REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Arsul Sani dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait dugaan pelanggaran etik saat menghadiri persidangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Pelapornya adalah Waketum PPP versi Djan Faridz Humphrey Djemat.
Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Ahmad Syarifuddin Natabaya mengatakan, setiap anggota DPR harus bisa memposisikan dirinya. Dia menyatakan, anggota DPR tidak boleh memiliki kepentinban pribadi dalam menyampaikan keterangan.
"Kalau dia bertindak di DPR, dalam mengeluarkan kebijakan secara kelembagaan, dalam proses kelembagaan UU itu hak dia. Nah, kalau keterangan dalam sebuah proses persidangan, dan mewakili DPR, itu tidak boleh, ia harus mewakili dalam kapasitasnya. Tidak boleh membela dalam kepentingan dia," kata Natabaya kepada wartawan, Jumat (5/8).
Natabaya mengatakan, bisa penggugat melaporkan Arsul ke MKD, karena ada dugaan kesalahan kode etik yang dilakukan. Tentu saja, kata dia, menjadi tugas MKD untuk membuktikan, apakah tindakan Arsul itu benar atau salah. "MKD ada tata cara, gugatan, serahkan ke proses yang ada. Apakah perbuatannya dicampuri kepentingan dia atau tidak," katanya.
Sementara itu, pengacara PP, Andika mengatakan, dugaan pelanggaran yang dilakukan Arsul sudah kedua kalinya. Dia pun mengadukan hal itu ke MKD agar turun tangan mengawasi jalannya persidangan PTUN Jakarta terkait status kepengurusan PPP.