REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pendapatan para nelayan di pesisir selatan Kabupaten Malang menurun dalam sepekan terakhir ini akibat gelombang tinggi. Ketua KUD Mina Jaya yang menaungi nelayan di Pantai Sendangbiru, Satoto, mengungkapkan hasil tangkapan ikan tuna berkurang hingga 40 persen.
Karena keadaan alam yang kurang bersahabat, para nelayan hanya bisa memperoleh tuna 15 ton tiap kali melaut. "Biasanya dalam sekali melaut bisa membawa pulang 25 ton," katanya kepada Republika, Rabu (3/8) di Malang.
Dalam satu kali melaut, para nelayan akan akan berada di laut selama 10 hari sebelum akhirnya pulang kembali membawa hasil tangkapan. Meski hasil tangkapan berkurang, harga jual tuna belum mengalami perubahan.
Saat ini ikan tuna di tempat pelelangan ikan Pantai Sendangbiru dihargai Rp 40 ribu per kilogram. Satoto mengatakan para nelayan tradisional di Pantai Tamban Kabupaten Malang bahkan enggan melaut karena gelombang masih tinggi.
Prakirawan BMKG Maritim Tanjung Perak Surabaya, Eko Prasetyo, mengungkapkan gelombang tinggi memang tengah melanda pesisir Jawa Timur bagian selatan. "Fenomena gelombang tinggi ini disebabkan swell, yaitu gelombang laut panjang yang berpusat di Benua Australia," terangnya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (3/8).
Baca juga, Nelayan Sukabumi Terpaksa Cari Ikan Hingga ke Pacitan.
Gelombang yang terbentuk bergerak ke luar menjauhi pusat asal gelombang dan merambat ke segala arah. Rambatan gelombang ini bisa menempuh jarak hingga ribuan kilometer serta melepaskan energinya ke pantai dalam bentuk hempasan gelombang.
Swell tersebut menuju pusat badai tropis Nida di sebelah barat Filipina. Meski demikian badai ini tidak berimbas signifikan ke Indonesia namun pergerakan angin menyebabkan gelombang laut lebih tinggi. Rata-rata tinggi gelombang mencapai 3,5 sampai 4,5 meter.