REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mediasi yang dilakukan Komisi Nasional Perlindungan Anak bagi para orang ornag tua korban vaksin palsu RS Harapan Bunda berkhir buntu. Pertemuan terkait vaksin palsu berakhir tak sesuai harapan. Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengataka pihak RS Harapan Bunda tidak juga bisa memutuskan jawaban atas tujuh poin tuntutan para orang tua korban.
Berikut tujuh tuntutan Aliansi yang disampaikan dalam mediasi hari ini. Semua tuntutan ini dibuat pada 15 Juli 2016 atau sehari setelah Kemenkes merilis nama-nama fasilitas pelayanan kesehatan pengguna vaksin palsu.
1. (RS Harapan Bunda agar) menerbitkan daftar pasien yang diimunisasi di RS Harapan Bunda peridoe 2003-2016 (15 Juli 2016),
2. Untuk mengetahui vaksin palsu/asli, harus dilakukan medical check up di RS yang lain. Untuk biaya medical check up, seluruh biaya ditanggung Rumah Sakit Harapan Bunda. Untuk rumah sakit yang akan melakukan medical check up, ditentukan oleh orang tua korban.
3. Vaksin ulang harus dilakukan apabila hasil dari medical check up ternyata pasien terindikasi (mendapatkan) vaksin palsu dan semua biaya ditanggung pihak RS Harapan Bunda.
4. Segala/semua akibat dari vaksin palsu yang berdampak kepada para pasien, maka menjadi tanggung jawab RS Harapan Bunda, berupa jaminan kesehatan full cover sampai waktu yang tidak ditentukan,
5. Bagi anak yang sudah lewat usia vaksinasi, maka RS Harapan Bunda berkewajiban memberikan asuransi kesehatan untuk para pasien sampai batas waktu yang tidak ditentukan,
6. Pihak manajemen RS Harapan Bunda harus memberikan informasi terkini kepada para orang tua korban, tidak terbatas informasi dari pihak pemerintah/instansi lainnya; (pihak RS Harapan Bunda agar) proaktif
7. Adapun hal-hal lainnya (yang) belum tercantu dalam poin-poin di atas akan disampaikan selanjutnya.
(Baca Juga: Mediasi Korban Vaksin Palsu dan RS Harapan Bunda Antiklimaks)