Rabu 03 Aug 2016 13:53 WIB

Mediasi Korban Vaksin Palsu dan RS Harapan Bunda Antiklimaks

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Andi Nur Aminah
Sejumlah orang tua yang tergabung dalam Aliansi Orang Tua Korban Vaksin Palsu melakukan aksi di Halaman Rumah Sakit Harapan Bunda, Jakarta, Sabtu (23/7).
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Sejumlah orang tua yang tergabung dalam Aliansi Orang Tua Korban Vaksin Palsu melakukan aksi di Halaman Rumah Sakit Harapan Bunda, Jakarta, Sabtu (23/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya Komisi Nasional Perlindungan Anak untuk memediasi pertemuan terkait vaksin palsu berakhir tak sesuai harapan. Hal itu, menurut Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait, lantaran pihak RS Harapan Bunda tidak juga bisa memutuskan jawaban atas tujuh poin tuntutan para orang tua korban.

“Hasil pertemuan tidak memenuhi harapan. Hari ini sebenarnya keputusannya. Tapi yang datang adalah salah seorang wakil direktur yang tidak bisa memutuskan apa yang menjadi tuntutan aliansi itu,” ucap Arist Merdeka Sirait di kantor Komnas PA, Jakarta, Rabu (3/8).

Dia mengungkapkan, pada akhir Juli lalu, Aliansi Keluarga Korban Vaksin Palsu RS Harapan Bunda meminta Komnas PA untuk menjembatani pertemuan dengan manajemen RS tersebut. Sebab, aliansi tersebut merasa, pihak RS Harapan Bunda sama sekali tak beritikad baik, yakni susah ditemui setidaknya sejak 15 Juli 2016.

RS Harapan Bunda adalah satu dari 14 rumah sakit yang sempat memberikan vaksin palsu. Hal itu berdasarkan rilis Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pada 14 Juli lalu. Arist menjelaskan, rencananya pertemuan digelar di RS Harapan Bunda pada Senin (1/8) lalu. Namun, pihak RS Harapan Bunda meminta agar mediasi dilangsungkan di kantor Komnas PA demi menjaga kenyamanan aktivitas medis di RS itu.

Perwakilan RS Harapan Bunda dipimpin Vida, selaku wakil direktur bidang pemasaran. “Memang hanya ada keputusan, selama dua hari ini, kita berikan waktu yang cukup supaya manajemen rumah sakit mengambil keputusan, jawabannya iya atau tidak terhadap tujuh tuntutan yang menurut saya standar,” ujar Arist usai pertemuan terbuka itu.

Saat ditemui awak media, Vida memilih bungkam dan menghindari pertanyaan-pertanyaan. Bahkan, sejumlah wartawan terlibat kekisruhan lantaran ada orang berpakaian preman yang menghalang-halanginya. Vida dan tim serta kuasa hukum RS Harapan Bunda pun kabur dari lokasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement