REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak pihak yang menyayangkan terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Polda Riau terhadap 15 perusahaan yang diduga melakukan pembakaran lahan.
Anggota DPR RI dari FPKS Sukamta mengatakan, pemerintah harus bisa menyelesaikan kasus pembakaran lahan di negaranya sendiri meski sudah meratifikasi Transboundary Haze Pollution Act.
"Seharusnya kita tidak perlu melindungi pelaku kriminal kalau mau ditangkap oleh negara lain tetapi bagaimanapun, lebih baik persoalan warga negara Indonesia diselesaikan di dalam negeri Indonesia," katanya, Selasa, (2/7).
Menurutnya, jangan sampai kasus kebakaran lahan dan hutan membuat malu bangsa karena tak bisa diselesaikan di dalam negeri.
"Kalau sampai kepolisian Singapura yang menangkap pelaku pembakar lahan di Indonesia itu seperti menampar muka kepolisian kita sendiri," kata dia.
Sukamta berharap hal itu tidak terjadi dan pelaku pembakaran lahan harus ditangkap dan diadili di Indonesia.
Hal senada diungkapkan anggota Komisi III DPR RI dari FPKS Nasir Djamil. Ia mengatakan, jika Polda Riau kekurangan tenaga penyidik handal bisa meminta bantuan dari Mabes Polri atau institusi penegak hukum lainnya.
"Saya minta, jangan sampai dengan diratifikasinya Transboundary Haze Pollution Act, negara tetangga seperti Singapura bisa menangkap pelaku pembakaran lahan dan hutan di dalam negeri," kata Nasir Djamil.
Kalau sampai Singapura yang menangkap pelaku pembakar lahan di Indonesia maka kita akan merasa malu.
"Malu lah kita, seharusnya pelaku pembakaran hutan ditangkap kepolisian RI dan proses hukumnya dilakukan di Indonesia," ujar Nasir.