Senin 01 Aug 2016 22:02 WIB

BNPT Serahkan ke DPR Soal RUU Terorisme

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bayu Hermawan
Kepala BNPT - Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Kepala BNPT - Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengatakan pihaknya menyerahkan pembahasan revisi UU Terorisme pada DPR.

Kendati demikian, ia menilai aturan perundang-undangan saat ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, sehingga diperlukan untuk menciptakan aturan baru terkait penanganan terorisme.

"Tentunya ada beberapa kepentingan. Regulasi UU itu dibatasi ruang dan waktu. Mungkin tahun 2003 cukup begitu. Tapi dalam perjalanannya kita butuh ada ruang yang bisa mengantisipasi," katanya di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (1/8).

Suhardi melanjutkan penyebaran terorisme dapat dilakukan melalui media apapun, termasuk internet. Karena itu diperlukan penanganan lebih untuk mencegah tindak terorisme. Sementara itu, saat ditanya terkait pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme, ia juga akan menyerahkannya pada DPR.

"Itu nanti kan keputusan politik. Lihat masing-masing latar belakang dsb. Kita di BNPT ada unsur TNI nya juga kan. Di bidang pencegahan dan sebagainya," ujarnya.

Menurutnya paham radikalisme di masing-masing negara berbeda dengan negara lainnya, begitu juga dengan aturan hukumnya. Karena itu pemerintah akan mencari jalan yang terbaik terkait pemberantasan terorisme ini.

Sebelumnya, Ketua Pansus RUU Terorisme, Muhammad Syafii menilai TNI dapat dilibatkan dalam pemberantasan terorisme di Indonesia.

Bahkan menurutnya, TNI mempunyai standar operasional prosedur (SOP) yang lebih tegas dan jelas dalam melumpuhkan target sasarannya. Setiap personel TNI diwajibkan mengikuti SOP itu dengan baik.

Ia menerangkan, TNI tidak akan asal menembak saat targetnya sudah terpojok. Tapi terlebih dahulu memberi peringatan bahwa target tersebut sudah terkepung.

"Dia (TNI) kalau targetnya sudah terkepung harus berteriak, anda sudah terkepung supaya menyerah, kalau tidak menyerah akan ambil tindakan. Itu minimal diulang tiga kali," katanya di Gedung DPR RI Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (28/7).

Jika peringatan tersebut tidak diikuti, lanjut anggota Komisi III DPR tersebut, maka TNI akan memberikan tembakan peringatan. Jika tembakan peringatan tersebut tidak diindahkan juga, baru akan ditembak, itu pun mendatar.

"Jelas SOP-nya, malah gak macam polisi asal tembak saja. Anggota apapun ditembak, anggota intel TNI ditembak. Itu bukan tertembak lho, ditembak. Makanya saya sekarang lebih takut dengan keganasan polisi," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement