Ahad 31 Jul 2016 15:05 WIB

Pemuka Buddha Tanjung Balai: Kejadian Ini Kuatkan Toleran Bermasyarakat

Suasana Vihara Tri Ratna pasca kerusuhan yang terjadi di Tanjung Balai, Sumatra Utara, Sabtu (30/7).
Foto: Antara/Anton
Suasana Vihara Tri Ratna pasca kerusuhan yang terjadi di Tanjung Balai, Sumatra Utara, Sabtu (30/7).

REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNG BALAI, SUMATRA UTARA -- Pemuka umat Buddha Kota Tanjung Balai, Sumatra Utara, Leo Lopulisa mengatakan kericuhan yang terjadi pada Jumat (29/7) lalu dan mengakitbatkan pembakaran dan perusakan beberapa vihara dan kelenteng setempat merupakan aksi spontanitas dan tidak terencana.

Karena itu ia menilai tidak perlu membenci dan menyalahkan siapa pun atas konflik antarwarga tersebut.

"Kami tidak membenci atau menyalahkan siapa pun dalam peristiwa ini. Biarlah polisi yang mengusut kasus tersebut", ujarnya.

Ia mengibaratkan kejadian sebagai luka luar yang akan membuat masyarakat semakin dewasa. "Semakin kuat dalam menghadapi hidup beragama dan toleran dalam bermasyarakat," kata dia.

Ia menilai banyak pihak yang menunjukkan rasa peduli, prihatin dan solidaritas atas kejadian itu yang menunjukkan bahwa semua menginginkan kehidupan yang rukun dan saling menghargai satu sama lain.

"Pekerjaan masih banyak, lama dan panjang, menanti kita untuk menyelesaikan masalah ini secara arif dan bijaksana", ujar Leo.

Hal senada dikatakan Ketua Sang Agung Indonesia (Sagin) Sumatra Utara Kurnia Bangun, berharap semua pihak menjadikan peristiwa tersebut sebagai pelajaran berharga untuk saling menghormati.

Umat Buddha, Konghucu dan pemeluk agama lain diharapkannya menahan diri serta tidak terprovokasi pernyataan yang mungkin ingin memecah belah kerukunan umat beragama yang terjalin baik selama ini.

"Kita secara keseluruhan harus bijaksana dan tidak mudah terprovokasi. Mari berpikir jernih demi terciptanya suasana yang kondusif", imbau biksu di Vihara Tri Ratna Kota Tanjung Balai itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement