Kamis 28 Jul 2016 15:51 WIB

Pengamat: Hukuman Mati tak Berarti Melanggar HAM

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Angga Indrawan
Lokasi Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, yang akan digunakan untuk pelaksanaan eksekusi mati tahap III di Pulau Nusakambangan, terlihat dari dermaga penyeberangan Wijayapura, Cilacap, Jateng, Rabu (27/7).
Foto: Antara/Idhad Zakaria
Lokasi Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, yang akan digunakan untuk pelaksanaan eksekusi mati tahap III di Pulau Nusakambangan, terlihat dari dermaga penyeberangan Wijayapura, Cilacap, Jateng, Rabu (27/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Pemerintah Indonesia akan segera melakukan eksekusi mati terhadap 14 terpidana mati. PBB dan dunia internasional pun meminta agar Indonesia tak melakukan hukuman mati tersebut.

Kendati demikian, pengamat Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf, menilai eksekusi mati yang rencananya akan dilakukan dalam waktu dekat ini merupakan bentuk kedaulatan negara Indonesia. Bahkan, kata dia, sejumlah negara termasuk Amerika pun masih melaksanakan hukuman mati.

"Beberapa negara masih menganut hukuman mati. Amerika saja masih melakukan hukuman mati dengan kursi listrik. Namun terdapat beberapa negara yang hukuman mati dicabut dan dihapuskan. Kedaulatan negara kita bahwa kita masih memerlukan itu," jelas Asep, Kamis (28/7).

Lebih lanjut, menurut dia, pelaksanaan hukuman mati di Indonesia bukan berarti melanggar HAM dan dianggap kejam. Sebab, hukuman tersebut untuk menghukum perbuatan yang dianggap sebagai tindak kejahatan yang luar biasa.

Bahkan, kata Asep, dalam agama Islam, hukuman ini juga dibolehkan. Namun, keputusan hukuman mati harus betul-betul diberikan secara tepat sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. "Ini hukuman paling akhir. Ini penting ada hukuman mati. Tapi ada beberapa hal, hukuman mati sangat tidak mudah dijatuhkan," jelas dia. 

Kendati demikian, pelaksanaan hukuman mati perlu diatur agar tak banyak narapidana yang terkena hukuman ini. Menurut Asep, dampak dari pelaksanaan eksekusi mati ini tidak akan mempengaruhi posisi Indonesia di mata dunia internasional saat menyelamatkan WNI dari hukuman serupa di negara lain. 

Bagi Asep, upaya pemerintah menyelamatkan WNI yang mendapatkan hukuman mati di negara lain merupakan kewajiban negara untuk membela warganya. Selain itu, upaya pembelaan yang diberikan pemerintah tersebut tak berarti Indonesia menuntut dihapuskannya hukuman mati di negara lain.

"Bentuk ketegasan pemerintah, saya kira wajib melindungi WNI," kata Asep. 

Sementara itu, Jaksa Agung HM Prasetyo memastikan sebanyak 14 terpidana mati akan dieksekusi di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Ia berharap tidak ada halangan untuk pelaksanaan eksekusi mati jilid III tersebut.

Di antara yang akan dieksekusi, Freddy Budiman, terpidana kasus narkoba yang permohonan Peninjauan Kembali (PK) nya ditolak oleh Mahkamah Agung. Terpidana mati wanita Merry Utami dan warga negara Pakistan, Zulfikar. Saat ditanya pelaksanaan eksekusi mati hari Jumat (29/7) atau Sabtu (30/7), dia masih menunggu kepastiannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement