REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) disebut sedang berupaya meraih simpati dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Ahok memilih tanggal 27 Juli untuk deklarasi jalur yang akan dipilih dalam pemilihan gubernur (pilgub) 2017, apakah lewat partai politik (parpol) atau independen.
Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Muradi mengatakan hal tersebut tidak terlalu berarti bagi PDIP. "PDIP butuh konkret, butuh pembuktian, tidak butuh simbolik semacam itu," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (27/7).
Menurut dia, simbolik atau seremonial semacam itu tidak terlalu penting bagi partai berlambang banteng moncong putih tersebut. "Kalau memang ingin merebut simpati PDIP, ya sudah, buktikan saja pilih jalur parpol, jangan malah sebaliknya," kata Muradi.
Namun apabila nantinya Ahok memilih jalur independen, maka itu sama saja meledek PDIP. "Meledek secara simbolik karena tidak memilih partai di hari bersejarah PDIP," ujarnya.
Tanggal 27 Juli merupakan waktu bersejarah bagi PDIP. Peristiwa 27 Juli 1996 disebut sebagai Peristiwa Kudatuli (Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli) atau peristiwa Sabtu Kelabu karena kejadian tersebut terjadi pada hari Sabtu.
Momen tersebut adalah peristiwa pengambilalihan secara paksa kantor Dewan Pertimbangan Pusat (DPP) PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat, yang saat itu dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri. Penyerbuan dilakukan oleh massa pendukung Soerjadi (Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan) serta dibantu oleh aparat dari kepolisian dan TNI.
Peristiwa tersebut meluas menjadi kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat. Beberapa kendaraan dan gedung terbakar.
Tak hanya untuk deklarasi Ahok, tanggal ini juga dipilih Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengumumkan reshuffle Kabinet Kerja jilid II.
Ahok diinformasikan akan deklarasi malam ini di Markas Teman Ahok. Rencananya deklarasi itu akan dihadiri juga oleh partai yang telah menyatakan mendukung Ahok.