REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat akan membuat peraturan wali kota yang mengatur masalah distribusi vaksin dan obat-obatan. Regulasi tersebut disusun untuk mengantisipasi peredaran vaksin palsu pada waktu-waktu yang akan datang.
"Kota Bekasi akan membuat perwal tentang pengaturan distribusi vaksin dan obat-obatan. Bagi distributor yang sudah terdaftar di Kementerian, bukan berarti dia lolos di Pemkot Bekasi," kata Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, usai meninjau kegiatan vaksinasi ulang terhadap balita terpapar vaksin palsu di RS Rawalumbu, Kota Bekasi, Selasa (26/7).
Rahmat menerangkan, distributor yang akan mengedarkan vaksin dan obat-obatan di Kota Bekasi harus mengurus ulang perizinan di Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Bekasi. Rumah sakit-rumah sakit swasta juga terikat aturan dengan pemerintah kota sehingga tidak dapat membeli vaksin dari sembarang distributor.
Menurut Rahmat, regulasi ini akan mengikat 39 rumah sakit swasta, klinik, dan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Bekasi untuk memberikan layanan kesehatan yang memadai. Ketentuan-ketentuan untuk menjadi distributor akan diatur lebih lanjut di dalam perwal. Apabila ada rumah sakit yang terbukti melanggar, Pemerintah Kota Bekasi akan mengenakan sanksi.
Ia menargetkan, perwal rencananya akan selesai dalam kurun waktu pekan depan. Selain itu, Rahmat juga menyinggung masalah penanganan limbah medis yang konon digunakan dalam produksi vaksin palsu. Menurut dia, peraturan daerah (perda) terkait pengolahan limbah medis sudah ada. Namun belum maksimal dalam proses pemusnahannya. Rahmat berjanji akan membicarakan masalah ini dengan para direktur rumah sakit swasta di Kota Bekasi.
Vaksinasi ulang dilakukan di RS Rawalumbu dan Puskesmas Mustikajaya terhadap 40 balita yang terpapar vaksin palsu. Vaksinasi ulang terhadap 20 balita asal RS St Elisabeth dilakukan di RS Rawalumbu, sedangkan 20 balita lainnya dari RS Permata dilakukan di Puskesmas Mustikajaya. Wali Kota memastikan, pihaknya akan melakukan evaluasi secara klinis apabila ada dampak dari pemberian vaksin.