REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan melakukan tahap uji coba sistem ganjil-genap pada tangg 27-26 Agustus mendatang. Namun, pengamat transportasi Danang Parikesit masih meragukan sistem pengganti 3 in 1 tersebut dapat mengurangi kemacetan di DKI Jakarta.
"Apakah ini akan menyelesaikan atau mengurangi kemacetan lalu lintas di wilayah DKI Jakarta, saya meragukan tercapainya tujuan itu," jelas Ketum Masyarakat Transportasi Indonesia tersebut saat dihubungi, Selasa (26/7).
Danang juga mengatakan, sistem ganjil-genap tidak akan dapat mendorong perubahan perilaku masyarakat ke penggunaan angkutan umum, melainkan hanya merubah kebiasaan rute perjalanan. "Dugaan saya kemacetan di luar wilayah ganjil genap adalah 20 persen lebih macet dari sisi kepadatan kendaraan dan sekitar 30 persen lebih lama waktu perjalananan," kata dia.
Menurut Danang, sebenarnya sistem 3 in 1 yang diterapkan sebelumnya secara konsep lebih maju karena dapat mendorong penggunaan high occupancy vehicle. Hanya saja, kegagalan kebijakan sebelumnya ini dikarenakan tidak adanya kebijakan komplementer yang mendorong adanya alternatif angkutan umum dan kurangnya antisipasi, serta tidak segera ditanganinya masalah sosial saat kebijakan 3 in 1 dilaksanakan.
"Wilayah ganjil-genap akan lebih lancar tapi wilayah di luar ganjil genap akan naik kemacetannya lebih parah. Itupun kalau tidak ada pemalsuan pelat nomer yang sulit ditangani kepolisian dan sudah menjadi ancang-ancang banyak pengguna kendaraan," ucapnya.
Ia mengatakan, seharunya pemerintah DKI Jakarta fokus pada penyediaan alternatif angkutan umum masal seperti peningkatan frekuensi, penambahan rute, penyediaan passenger name record (PNR), serta memperbaiki prasarana pejalan kaki. Pemerintah bukan hanya membuat bingung masyarakat dengan sistem baru dan baru lagi.
Pemerintah saat ini telah menetapkan kebijakan ganjil-genap. Masyarakat pun mau tidak mau harus menurutinya meskipun kebijakan ini masih dinilai belum ideal untuk diterapkan.