REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Universitas Airlangga (Unair), Haryadi menilai sejumlah menteri yang ada di dalam kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-JK saat ini bukan merupakan menteri pilihan Jokowi. Menurut dia, presiden berusaha menjaga hubungan dengan partai politik serta mengakomodasi kekuatan pendukung baik partai politik maupun pendukungnya yang berbasis relawan.
"Reshuffle pertama itu masih mengakomodasi kekuatan yang ada. Sesungguhnya kabinet yang ada sekarang dalam pandangan saya tidak sepenuhnya mereka itu menjadi all the president men. Bukan orang yang sungguh-sungguh dipilih dan diingini presiden secara otonom," kata Haryadi saat dihubungi, Senin (25/7).
Karena itu, ia menilai, perombakan kabinet atau reshuffle jilid II nantinya akan menjadi momentum yang tepat bagi Jokowi untuk memilih orang atau sosok menteri yang diinginkannya. Sehingga, diharapkan usai dilakukannya perombakan kabinet tak ada lagi kegaduhan yang dilakukan oleh para menterinya.
"Reshuffle yang akan datang mestinya harus lebih banyak mencerminkan, ini momentum bagi presiden untuk lebih banyak menetapkan mereka yang lebih masuk kategori all the president men. Ini saatnya. Seperti saat presiden menetapkan Kapolri. Yang akan datang ini setidaknya mendekati ideal sebagai orang-orang pilihan presiden," kata dia.
Selama ini, lanjut Haryadi, kerja pemerintahan Jokowi selalu terganggu oleh kegaduhan yang dilakukan oleh para menterinya. Sehingga, Jokowi harus bekerja ekstra guna melakukan langkah-langkah koordinasi secara langsung dengan para menterinya.
Menurut dia, dalam melakukan reshuffle, Jokowi akan mempertimbangkan kinerja menteri serta beban politik yang harus ditanggung presiden terhadap para menterinya dalam mengelola pemerintahan. Sehingga, tidak mempengaruhi optimalisasi kerja pemerintah.
"Tidak sekedar menyangkut kualitas kerja secara objektif, tapi juga dimensi-dimensi yang menempatkan seorang menteri itu seberapa dia tidak menjadi beban politik bagi presiden. Karena sekalipun kinerjanya bagus, tapi kalau jadi beban politik bagi presiden itu juga repot," kata Haryadi.
Saat akan melakukan perombakan kabinet untuk kedua kalinya nanti, Haryadi menyampaikan, presiden perlu memastikan para menterinya merupakan sosok yang berkomitmen serta berpengetahuan dalam merealisasikan program prioritas nawacita. Menurut dia, menteri-menteri saat ini dinilai kurang memiliki komitmen pada program nawacita.
"Cukup banyak menteri dalam kabinet sekarang tidak sekadar tidak punya komitmen pada nawacita, tapi bahkan tidak tahu nawacita," kata dia.