Ahad 24 Jul 2016 20:02 WIB

Jaksa Agung Didesak Kaji Ulang Hukuman Mati Zulfiqar Ali

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Karta Raharja Ucu
Hukuman Mati..(ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Hukuman Mati..(ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imparsial mendesak Jaksa Agung mengkaji ulang hukuman mati yang akan diberikan pada seorang warga negara Pakistan, Zulfiqar Ali. Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, negara tak boleh mengeksekusi Zulfiqar karena ia adalah korban dari penegakan hukum yang penuh ketidakadilan atau unfair trial.

"Hukuman mati ini berbahaya dilakukan di tengah kondisi peradilan yang masih buruk. Karena ketika terjadi salah penghukuman, kita tidak bisa mengembalikan nyawa orang yang sudah mati," ujarnya, dalam konferensi pers di kantor pusat Impersial, Tebet, Jakarta Selatan, Ahad (24/7).

Zulfiqar Ali adalah warga negara Pakistan yang telah divonis hukuman mati pada Juni 2005. Ia dituduh memiliki 300 gram heroin. Namun, kuasa hukum Zulfiqar, Saut Edward Rajagukguk, mengatakan barang bukti itu pun ditemukan berada di tangan Gurdiph Singh, seorang warga negara India yang merupakan kenalan kliennya.

Gurdiph, yang ditangkap polisi, mengaku diperintah Zulfiqar membawa heroin tersebut untuk dijual. Namun, Zulfiqar menyatakan tak pernah terlibat dalam bisnis narkoba Gurdiph.

Belakangan, Gurdiph menarik pernyataannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) soal keterlibatan Zulfiqar. Ia mengaku melibatkan Zulfiqar karena dipaksa oleh penyidik di Polres Bandara Soekarno-Hatta untuk menyebutkan beberapa nama agar hukumannya diringankan.

Namun begitu, kata Saut, kesaksian Gurdiph itu rupanya tidak menjadi pertimbangan bagi hakim yang memutus perkara kliennya. Zulfiqar dijatuhi hukuman mati meski barang bukti narkoba tidak pernah ditemukan darinya.

Tak hanya itu, sambung Saut, saat ditangkap polisi di kediamannya Bogor pada November 2004, Zulfiqar sempat dibawa berputar-putar di dalam mobil. Di saat itulah polisi meminta sejumlah uang jika Zulfiqar ingin perkaranya tak dilanjutkan.

"Ini bukan unfair trial lagi, ini praktek mafia hukum," ujar Saut. Karenanya, dia mendesak pemerintah membatalkan rencana eksekusi mati gelombang tiga yang kabarnya akan segera dilakukan dalam waktu dekat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement