REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG—Pemerintah Provinsi Jawa Barat membatalkan Peraturan Daerah (Perda) terkait ketenagakerjaan di Karawang. Menurut Sekda Jabar Iwa Karniwa, dari 30 Perda kabupaten/kota yang disisir pihaknya, terdapat sejumlah peraturan terkait ketenagakerjaan juga tangung jawab sosial perusahaan. Pembatalan ini, selaras dengan upaya Pusat mempermudah investasi di daerah.
“Perda soal ketenagakerjaan di Karawang dibatalkan. Kabupaten Bekasi, dan Cimahi tengah proses,” ujar Iwa kepada wartawan, Jumat (22/7).
Menurut Iwa, pekan ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah melakukan pemeriksaan terkait implementasi mempercepat investasi di daerah. Salah satunya, tindaklanjut pelaksanaan beberapa daerah yang dicabut. “Pembatalan Perda oleh Kemendagri itu harus lewat Keputusan Gubernur,” katanya.
Iwa mengatakan, dari 30 Perda mayoritas memang Perda yang dibatalkan banyak terkait dengan pengelolaan sumber daya air dengan jumlah 15 perda. Namun, Iwa menilai yang krusial di antara pembatalan tersebut adalah perda ketenagakerjaan. “Perda Ketenagakerjaan No1 Tahun 2011 Kabupaten Karawang sekaligus Peraturan Bupati 2016 tentang perluasan kesempatan kerja di Karawang dibatalkan,” katanya.
Dikatakan Iwa, khusus Karawang, dalam perdanya membahas detil-detil yang bertentangan dengan peraturan di atasnya, menyebabkan biaya tinggi dan diskriminasi. Iwa mencontohkan pasal 25 ayat 2 perda ketenagakerjaan Karawang yang mewajibkan pengisian lowongan kerja di perusahaan sekurang-kurangnya diisi 60 persen warga sekitar perusahaan.
Ketentuan ini, kata dia, diperkuat lagi oleh Perbup Karawang Nomor 8 Tahun 2016. Dia menjelaskan hal tersebut bertentangan dengan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dimana setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. “Penempatan tenega kerja itu dilaksanakan asas terbuka, bebas, objektif, adil dan setara,” katanya.
Karawang juga menetapkan dalam Pasal 36 ayat 4 bahwa penangguhan UMK hanya dapat dilakukan selama satu kali penangguhan. Padahal UU Naker, menetapkan jika pengusaha yang tidak mampu membayar UMK dapat melakukan penangguhan. “Penangguhan itu untuk membebaskan perusahaan yang bersangkutan melaksanakan upah minimum yang berlaku pada waktu penangguhan,” kata dia.
Pengusaha di Karawang juga dalam Perda tersebut jika menerapkan sistem perjanjian kerja waktu tertentu wajib membayar upah pokok paling sedikit 5 persen lebih besar dari UMK yang berlaku di Karawang. Hal ini, dinilai bertentangan karena pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari UMK. “Ini jelas bertentangan dengan UU No13 tentang ketenagakerjaan,” katanya.
Menurut Iwa saat ini Gubernur Jabar Ahmad Heryawan tengah memproses pembatalan Perda Kota Cimahi No.8 Tahun 2015 tentang penyelenggaraan ketenagakerjaan dan Perda Kabupaten Bekasi No 3 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan. Khusus Cimahi, pihaknya tengah melakukan kajian mendalam terlebih dahulu. “Karena ada potensi resistensi,” katanya.