Jumat 22 Jul 2016 07:53 WIB

Mahfud MD: Putusan IPT tidak Mengikat

Mahfud MD
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Mahfud MD

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai putusan Pengadilan Rakyat Internasional (IPT) tentang kasus pelanggaran HAM di Indonesia pada tahun 1965 tidak bersifat mengikat. Artinya, keputusan tersebut tidak memiliki pengaruh bagi negara.

"IPT itu bukan pengadilan (resmi) dan keputusannya tidak mengikat. Sama sekali tidak mengikat," ujar Mahfud saat ditemui usai rapat di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta, Kamis (21/7) malam.

Ia menjelaskan dalam sistem hukum di Indonesia hanya dikenal dua macam pengadilan pidana, yakni pengadilan internasional di bawah kewenangan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dan pengadilan negara di dalam negeri masing-masing.

"Pengadilan pidana itu hanya dua, pengadilan negara dan internasional. ICC dan pengadilan negara di negaranya masing-masing, kalau di Indonesia itu MA (Mahkamah Agung). IPT itu liar," kata guru besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia itu.

Terkait wacana Yayasan IPT 1965 untuk membawa hasil putusan majelis hakim IPT ke Dewan HAM PBB, Mahfud menganggapnya sebagai sebuah kewajaran karena setiap orang berhak mengajukan laporan ke PBB.

Sementara itu, Menko Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan meminta masyarakat Indonesia terutama generasi muda untuk tidak melihat kelemahan bangsa ini pada masa lalu. "Tidak ada bangsa atau siapapun yang sempurna. Pasti ada kurang lebihnya. Tapi kita lihat yang besarnya, bangsa Indonesia sekarang sedang bagus-bagusnya," kata dia.

Luhut juga meragukan putusan IPT yang menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 1965-1966, pemerintah Indonesia telah membunuh 400-500 ribu warga negara yang dianggap anggota atau berafiliasi dengan PKI. "Kalau ada yang kurang-kurang seperti tadi itu, kita harus bersama bilang tidak, itu tidak betul. Di mana ada 400 ribu (orang) mati," katanya.

IPT 1965 akan menyerahkan keputusan akhir kepada pemerintah Indonesia, usai sidang yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, pada 10-13 November 2015 dan dipimpin Hakim Ketua Zak Yacoob. Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (20/7), Koordinator IPT 1965 Nursyahbani Katjasungkana mengatakan hasil akhir keputusan tersebut akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo saat pertemuan dengan korban pelanggaran HAM berat seperti pernah dijanjikan Presiden melalui Juru Bicara Presiden Johan Budi.

"Putusan ini secara resmi akan diserahkan pula kepada Jaksa Agung, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Kantor Staf Presiden," ujar Nursyahbani.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement