REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lambannya respons sejumlah lembaga negara atas kasus peredaran vaksin palsu di RS Harapan Bunda, Jakarta Timur, membuat keluarga korban merasa kesal.
Dalam pertemuan dengan sejumlah komisioner di kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta Pusat, Kamis (21/7), perwakilan orang tua korban menyampaikan isi hati mereka ke lembaga tersebut.
"KPAI gerak dong! Kenapa selama ini diam saja? Kalian harusnya melindungi kami!" ujar salah salah satu orang tua pasien RS Harapan Bunda, Yusuf.
Pria itu juga mengaku marah dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) lantaran menganggap enteng persoalan kasus vaksin palsu. Sambil meluapkan emosinya, Yusuf pun mengutip pernyataan yang pernah disampaikan Jokowi di sejumlah media, beberapa waktu lalu.
"Waktu itu ada wartawan nanya, 'Pak, gimana (penanganan) korban?' Jokowi bilang, 'Ya ke puskesmas.' Apa itu? Masak presiden kayak gitu? Puskesmas bukan jawabannya!" kecam Yusuf.
Ia menuturkan, para orang tua korban selama ini sudah memercayakan penanganan kesehatan anak mereka kepada RS Harapan Bunda. Namun, kepercayaan tersebut justru dikhianati dengan kasus peredaraan vaksin palsu di RS itu.
"Ini racun disuntikkan ke dalam tubuh anak kami. Terus dokter bilang nggak apa-apa, karena isinya cuma antibiotik. Kami sudah bayar mahal, tapi kami ditipu. Sekarang kami minta pertanggungjawabannya. Mana peran negara?" ucap Yusuf.
Ia mengaku kesal dengan sikap manajemen RS Harapan Bunda yang menurutnya tidak kooperatif. Selama ini, kata dia, para orang tua korban sudah berusaha menyampaikan aspirasi mereka terkait vaksin palsu secara damai. Namun, upaya mereka itu justru ditanggapi dingin oleh pihak RS.
"Kami sudah ngomong baik-baik sama RS Harapan Bunda, tapi tidak pihak rumah sakit tidak peduli!" tutur bapak dua anak itu lagi.
Polemik seputar kasus peredaran vaksin palsu di RS Harapan Bunda, Jakarta Timur, hingga saat ini belum juga kunjung selesai. Para keluarga korban pada pekan lalu melayangkan sejumlah poin tuntutan kepada manajemen RS untuk bertanggung jawab atas kasus tersebut.