Jumat 15 Jul 2016 20:26 WIB

Pemerintah Kaji Opsi Penempatan Personel Bersenjata pada Kapal Dagang

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Israr Itah
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan.
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan saat ini pemerintah sedang mengkaji opsi penempatan personel bersenjata di kapal dagang yang melintasi perairan rawan perompakan.

Ia mengatakan pemerintah mempelajari lebih cermat terkait peraturan yang ada dalam Organisasi Maritim Internasional (IMO). Namun ia memastikan 15 persen kapal yang membawa batu bara dari Indonesia ke Filipina ke depan akan dikawal.

"Kami sedang kaji secara cermat agar tidak melanggar peraturan perundang undangan. Tapi yang pasti akan dikawal oleh personel bersenjata," ujar Luhut di Kantornya, Jumat (15/7).

Akan tetapi, Luhut mengatakan pemerintah belum menyepakati apakah personel keamanan bersenjata tersebut melibatkan TNI atau keamanan swasta. Luhut mengatakan, hingga saat ini pemerintah masih mencari format terbaik untuk PKB ini.

Di sisi lain, pihak Asisten Operasi (Asops) TNI pada Kamis (14/7) bertemu dengan Asops Filipina. Keduanya membahas terkait pengamanan jalur dagang yang melewati keduanya. Juga terkait titik rawan perompakan.

Kedua delegasi sepakat mereka akan segera melaksanakan tindakan proaktif dan preventif di wilayah perairan yang menjadi perhatian bersama. Ini sejalan dengan RP-RI Border Patrol Agreement tahun 1975 dan relevan dengan Konvensi Maritim Internasional.

Tindakan ini akan memastikan keamanan dan keselamatan dari para pelaut dan kapal dagang di wilayah atau tempat terjadinya perompakan bersenjata dan penculikan.

Beberapa tindakan yangdisepakati adalah akan mengikutsertakan Western Mindanao Command Angkatan Bersenjata Filipina dan Komandan Lantamal XIII/Tarakan ke dalam kegiatan Komite perbatasan RI-RPBC. Kemudian melaksanaan patroli maritim dan/atau passing exercise bersama antara kapal perang dari kedua Angkatan Laut.

Selanjutnya mengembangkan protokol untuk melalui koridor yang diamankan, dan membahas mengenai penugasan personel keamanan bersenjata di atas kapal niaga masing-masing negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement