Ahad 10 Jul 2016 23:18 WIB

Ustaz Jamaah Asy Syuhada Bantah Ubah Pondokan Jadi Mushala

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Karta Raharja Ucu
Seorang anak melintas dan memandangi lahan musala asy-syuhada yang bangunannya sudah dibongkar
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Seorang anak melintas dan memandangi lahan musala asy-syuhada yang bangunannya sudah dibongkar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu pemuka agama jamaah Asy Syuhada, Ustaz Yusrin membantah ada upaya menjadikan pondokan semipermanen menjadi mushala di Kelurahan Girian Permai, Kecamatan Girian, Kota Bitung, Sulawesi Utara.

"(Dipermanenkan) tidak, itu kan hanya sementara sambil menunggu surat-surat (pembangunan Masjid Asy Syuhada) selesai," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (10/7).

Ustaz Yurin yang merupakan imam jamaah Asy Syuhada menjelaskan, awalnya lokasi yang akan dijadikan bangunan masjid dilingkari garis polisi. Kebetulan, ia melanjutkan, ada bangunan pondokan tanpa dinding di sekitar lokasi tersebut.

Umat Islam setempat, ingin memanfaatkan pondokan tersebut untuk shalat lima waktu. "Kemudian, demi untuk lancarnya ibadah lima waktu dibikinlah itu mushala dinding triplek, dan dinamakan Mushala Asy Syuhada," kata dia menjelaskan.

Ia menyebut, pondokan itu sudah dimanfaatkan sebagai mushala selama tujuh bulan oleh jamaah setempat. Sehari-hari, ia melanjutkan, pondokan tersebut digunakan untuk sholat lima waktu. Sayangnya, ia menuturkan, pada 2 Juni 2016 keluar SK Pemkot Bitung yang berimbas pada penutupan pondokan tersebut. Ia menyebut, alasan penutupannya, untuk keamanan.

"(Dalam SK tersebut) katanya dialohkan lokasinya sekitar 100 meter. Tapi, itu dinyatakan tak layak karena terlalu bendekatan, tapi kemudian dinyatakan layak," ujar dia.

Dampak dari penutupan tersebut, ia menjelaskan, jamaah Asy Syuhada diminta berkegiatan di Masjid Al Ikhlas. Padahal, ia mengatakan, jamaah Asy Syuhada dan Madjid Al Ikhlas bagaimana air dan api.

Ustaz Yusrin menilai, gembar-gembor persaudaraan antara umat beragama di daerahnya, sudah tidak dapat dirasakan lagi. "Ditutup itu alasannya untuk keamananan, tapi sebenarnya UUD Pasal 29 saja menjamin orang beribadah sebagai keyakinan dan kepercayaan," ujar dia.

Ia menuturkan, setelah terjadi konflik beberapa waktu lalu, umat Islam tidak lagi merasakan toleransi antarumat beragama. Pun, ia tidak menyangkal dugaan keberpihakan aparat terhadap Pemkot Bitung.

"Mereka juga selalu melarang dan mengintimidasi orang sholat dan beribadah. Penolakan ada (seperti) tulisan-tulisan dari Kristiani," ucap dia.

(Baca Juga: Pemerintah Kota Bitung Disebut Tutup Mushala Selama Ramadhan)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement