REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis (30/6). Dalam operasi tersebut, KPK menangkap Santoso, panitera pengganti PN Jakpus atas dugaan menerima suap untuk mengurus perkara perdata.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter menganggap, masih adanya perangkat pengadilan yang terjerat kasus korupsi adalah bukti reformasi birokrasi di MA yang belum berjalan dengan baik. "Ini menunjukkan reformasi birokrasi di internal Mahkamah Agung belum berjalan, begitu pula fungsi kontrol dan evaluasi di dalamnya," kata Lola kepada Republika.co.id, Jumat (1/7).
Lola melanjutkan, arusnya MA bisa dengan sigap menganalisis kemungkinan perlunya perbaikan sistem di internal lembaga pengadilan, manakala perkara seperti ini terus berulang. Tak hanya itu, banyaknya perangkat pengadilan yang ditangkap KPK meatinya bisa jadi pintu masuk untuk melakukan reformasi di tubuh MA.
"Harusnya OTT yang dilakukan KPK bisa jadi pintu masuk perbaikan di MA, tapi rasanya itu belum berjalan maksimal," ucap Lola.
Lola juga mempertanyakan pernyataan Ketua MA, Hatta Ali yang mengklaim sistem yang berjalan di MA sudah sangat maksimal. "Kalau sistemnya sudah maksimal, kenapa kejadiannya berulang?" kata Lola.