Jumat 01 Jul 2016 15:21 WIB

Menyoal Zakat Profesi, Pantaskah Disebut Bid'ah?

Red: M Akbar
Irfan Syauqi Beik
Foto:

Kemudian lagi ditambah pendapat dan praktik sejumlah sahabat Rasul yang memperkuat adanya kewajiban zakat atas al-maal al-mustafad ini. Dalam kitab yang sangat terkenal, Al-Amwal, Abu Ubaid menyebutkan sejumlah riwayat sahih dari para sahabat terkait masalah zakat ini.

Antara lain adalah pendapat Ibnu Abbas ra, yang dikenal sebagai sahabat Rasul yang dianggap paling ahli tafsir. Abu Ubaid menyatakan, Ibnu Abbas ra ketika menanggapi seseorang yang mendapatkan manfaat harta dari pekerjaannya maka ia mengatakan bahwa “hendaknya orang tersebut mengeluarkan zakatnya pada hari ia mendapatkannya”.

Masih dalam kitab yang sama, Abu Ubaid meriwayatkan dari Hubairah bin Barim, di mana ia berkata, “Ibnu Mas’ud ra memberikan kami upah dalam kantong-kantong kecil berisi uang, kemudian mengambil zakat darinya”. Ia pun berkata, Ibnu Mas’ud mengeluarkan zakat dari pendapatan mereka dari setiap 1.000 sebesar 25. Artinya, Ibnu Mas’ud ra mengenakan zakat atas penghasilan sebesar 2,5 persen di saat seseorang menerima penghasilannya.

Imam Malik dalam kitabnya yang sangat masyhur, Al-Muwatha, meriwayatkan dari Ibnu Syihab Az Zuhri, di mana ia berkata, “Orang pertama yang mengambil zakat dari pendapatan (yang diberikan dari Baytul Maal) adalah Mu’awiyah bin Abi Sufyan ra.”

Pada saat itu keputusan Mu’awiyah adalah dalam kapasitasnya sebagai khalifah, pemimpin kaum muslimin, yang mana pada masa beliau berkuasa masih banyak sahabat-sahabat Radiyallaahu ‘anhum yang masih hidup. Kalau keputusan Mu’awiyah ini dianggap sebagai bid’ah yang menyesatkan, tentunya para sahabat akan menentangnya.

Menurut Yusuf al-Qardhawi, bukti para sahabat yang masih hidup akan menentang Mu’awiyah kalau ia menyalahi sunah adalah ketika Mu’awiyah mengambil zakat fitrah setengah sha’ biji gandum yang menggantikan satu sha’ dari yang lainnya. Para sahabat pun mengingkari hal tersebut. Akan tetapi, terkait zakat penghasilan ini, tidak ada sahabat yang mengingkari keputusan Mu’awiyah. Mu’awiyah pun, sebagaimana diketahui, termasuk sahabat Rasul yang sangat paham akan sunah Nabi.

Demikian pula dengan khalifah yang sangat legendaris, yaitu Umar bin Abdul Aziz, yang sering disebut Khalifah Rosyidah kelima. Beliau juga memungut zakat atas gaji dan hadiah, termasuk harta-harta yang pernah disita pemerintah yang dikembalikan pada pemiliknya. Tentu tidak mungkin apa yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz tersebut dianggap sebagai tindakan melanggar ajaran agama sementara beliau termasuk hamba Allah yang saleh dan pemimpin yang adil.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement