Selasa 28 Jun 2016 13:30 WIB

Skandal Vaksin Palsu Dinilai sebagai Kejahatan Luar Biasa

Red: M Akbar
Vaksin palsu (ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Vaksin palsu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Direktur Mazhab Djaeng Indonesia, M Jusrianto, menilai penemuan vaksin balita palsu yang sudah beredar kurang lebih 13 tahun di masyarakat adalah pukulan yang sangat menyakitkan dan mengecewakan bagi rakyat Indonesia.

Menurutnya, jutaan balita yang digadang-gadang sebagai generasi emas telah menjadi korban mafia vaksin yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis. (Baca >> Kemenkes: Kepastian Kandungan Vaksin Palsu Menanti Hasil Uji Laboratorium)

"Apakah itu bagian dari agenda mengurangi pertumbuhan penduduk dengan pelan-pelan membunuh generasi emas? Jika seperti itu maka dapat dipastikan ini adalah kejahatan luar biasa, yang tidak kalah tragisnya dengan kejahatan genosida," kata Jusrianto di Jakarta, Selasa (28/6).

 

Menurutnya, peredaran vaksin balita selama 13 tahun yang berlangsung secara masif itu telah membuktikan kelalaian dan kesalahan besar Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam menjalankan tanggung jawabnya. Dalam konteks ini, kata dia, muatan Nawa Cita yang ingin diwujudkan pemerintahan Joko Widodo ternodai oleh ketidakmampuan Kemenkes dan BPOM menyelesaikan problema kemanusiaan tersebut.

Artinya, amanat Jokowi dalam konsepsi Nawa Cita tidak dilaksanakan dan dijalankan dengan baik oleh Kemenkes dan BPOM. Sebab, keamanan kesehatan masyarakat terkhusus balita yang tersirat dalam Nawa Cita tiada arti.

"Kejadian ini berpotensi melemahkan kekuatan pemerintahan Jokowi yang ingin mewujudkan generasi emas yang sehat dan unggul pada segala bidang. Mafia vaksin palsu lebih berorientasi pada komersialisasi vaksin palsu yang nyatanya telah merugikan bukan hanya balita tetapi segenap rakyat Indonesia," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement