Kamis 23 Jun 2016 18:56 WIB

Pengelola TPST Bantargebang Siap Gugat Pemprov DKI

 Aktivitas pemulung bersama alat berat di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (11/2).  (Republika/Raisan Al Farisi)
Aktivitas pemulung bersama alat berat di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (11/2). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- PT Godang Tua Jaya selaku pengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang akan melayangkan gugatan hukum atas dikeluarkannya surat peringatan ketiga oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Kita sudah siapkan gugatan hukum terkait SP 3 ini melalui pengacara kami," kata Direktur Manager PT Godang Tua Jaya Douglas Manurung di Bekasi, Kamis (23/6).

Menurut dia, SP 3 yang diterima pihaknya pada Selasa (21/6) berisi tentang tudingan wanprestasi terkait dengan belum rampungnya pengadaan teknologi pengolahan sampah secara gasifikasi termal proses.

Menurut Douglas, teknologi tersebut merupakan tanggung jawab dari rekanan PT GTJ, yakni PT Navigat Organic Energy Indonesia. "PT NOEI selama ini bertanggung jawab pada teknologi Galfad yang terdiri atas tiga item yakni gasifikasi termal proses, landfill gas dan anaerobic Digertion," katanya.

Namun perusahaan tersebut merasa kesulitan merealisasikan tanggung jawab tersebut karena sejumlah kendala pengelolaan sampah. Masalahnya, kata Douglas, spesifikasi teknologi galfad itu tidak sesuai dengan kapasitas sampah yang diolah menjadi bahan baku.

Teknologi itu dirancang dengan kapasitas maksimum pengolahan 2.000 ton sampah per hari, namun DKI justru melanggar kesepakatan dengan membuang volume sampah hingga 7.000 ton per hari.

"Teknologi itu mengolah sampah menjadi energi listrik dengan bahan baku gas metana. Sementara gas metana harus ada pembusukan sampah dulu. Saat ini sampah yang membusuk itu terus menerus ditumpuk denhgan sampah baru," katanya.

Kapasitas teknologi galfad yang terpasang untuk gas metana di TPST Bantargebang saat ini sudah 16,5 megawatt, tapi mesin itu hanya hasilkan listrik 2,5 hingga 3 megawatt karena kelebihan sampah. "Kewajiban GTJ adalah komposting dan daur ulang sampah. Itu semua sudah dijalankan," katanya.

Dikatakan Douglas, pemberian SP 3 itu dianggap merugikan PT GTJ karena investasi yang telah terserap di TPST Bantargebang untuk infrastruktur saat ini sudah mencapai Rp500 miliar dari target Rp 700 miliar.

"Investasi itu diproyeksikan baru menghasilkan keuntungan selama perjanjian berjalan pada 2009 hingga 2023. Kalau diputus tahun ini, tentu kami rugi dari sisi investasi," katanya.

Douglas menambahkan, SP 3 itu mewajibkan pihaknya melakukan pembenahan terhadap sistem gasifikasi termal proses dalam 15 hari ke depan. "Itu hal yang berat buat kami merealisasikan tuntutan itu dalam 15 hari. Tapi kita lihat nanti," katanya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement