Sabtu 18 Jun 2016 14:01 WIB

Pernyataan ICW Soal Sumber Waras Dikritisi

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Bilal Ramadhan
Suasana aktivitas di Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta, Jumat (6/11).
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Suasana aktivitas di Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta, Jumat (6/11).

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengkritisi pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW). Pernyataan tersebut terkait BPK yang dinilai kurang cermat dalam melakukan audit pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Arsul mempertanyakan, apakah ICW sudah pernah membaca hasil audit investigatif BPK dalam kasus pembelian RS Sumber Waras atau belum. Dia juga mempertanyakan apakah ICW sudah pernah bertemu dengan auditor BPK yang melakukan audit investigatif tersebut atau tidak.

"Bagi saya, siapa pun yang belum membaca hasil auditnya dan atau bertemu dan mendapatkan penjelasan dari auditornya, terus menyimpulkan bahwa auditnya kurang cermat atau salah, maka itu kesimpulan yang prematur," kata Arsul, Sabtu (18/6).

Politikus dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengatakan aktivis ICW Febri Hendri selaku yang melontarkan pernyataan tersebut  perlu menjelaskan posisi dirinya dengan KPK. "Agar publik bisa menilai ada-tidaknya posisi benturan kepentingan," kata dia.

Arsul sendiri sudah mendengarkan penjelasan auditor dan pimpinan BPK dalam rapat konsultasi Komisi III DPR RI dengan BPK dan penjelasan pimpinan KPK dalam rapat dengar pendapat Komisi III DPR RI dengan KPK.

Setelah mendengarkan penjelasan kedua lembaga tersebut, maka ada benang merah yang bisa ditarik. Terutama terkait mengapa BPK dan KPK berbeda pandangan dalam menilai soal ada-tidaknya penyimpangan atau pelanggaran aturan hukum dalam soal pembelian tanah RS Sumber Waras.

Perbedaan pandangan tersebut, kata Arsul, adalah menyangkut Pasal 121 Perpres 40 Tahun 2014. KPK pada intinya berpandangan bahwa pasal ini merupakan ketentuan khusus yang membuat prosedur-prosedur pengadaan tanah yang ada dalam pasal-pasal lainnya di Perpres 71 Tahun 2012 jo Perpres 40 Tahun 2014 tidak perlu dilalui.

Sementara BPK berpandangan bahwa meskipun ada Pasal 121 tersebut, maka prosedur lainnya yang menyangkut perencanaan, penganggaran, penetapan lokasi, dan penyerahan tanahnya tetap berlaku dan harus diikuti. Ketika hal itu tidak diikuti, maka di situlah BPK menilai ada penyimpangan prosedur atau aturan.

"Jadi bukan karena BPK tidak melihat atau menggunakan Perpres 40 Tahun 2014 seperti yang disampaikan oleh ICW tersebut. BPK jelas menyampaikan kepada Komisi III bahwa BPK juga mempertimbangkan Pasal 121 Perpres 40 Tahun 2014," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement