REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh lintas agama mendesak pemerintah Indonesia memperhatikan hak-hak ribuan warga eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang telantar setelah pengusiran yang dilakukan oleh sejumlah pihak beberapa waktu lalu dari Kalimantan.
"Dari sisi kemanusiaan tidak ada alasan bagi negara membiarkan nasib masyarakatnya kehilangan perlindungan. Muhammadiyah juga berupaya untuk mendampingi mengatasi masalah ini," kata Wakil Pengurus Pusat Muhammadiya Virgo Susilanto Gohardi.
Dia mengatakan secara ideologi pemahaman Gafatar memang bertentangan dengan paham Islam sebenarnya, namun secara kemanusiaan sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk melindungi hak konstitusi warga negara.
Dia berharap kasus penelantaran ini adalah kasus terakhir yang terjadi di Indonesia, pemerintah harusnya lebih hadir pada kasus kemanusiaan, baik konflik atau hal yang memicu korban kemanusiaan.
Perwakilan dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Hendri Lokra mengatakan negara tidak boleh beteologi dalam menyelesaikan masalah eks Gafatar. "Negara harusnya membebaskan diri dari prasangka ideologi, ada sekitar 10 juta warga negara Indonesia yang memiliki masalah yang sama dengan eks Gafatar ini," kata Hendri.
Menurut anggota Perhimpunan Advokat Indonesia, Sugeng, pengusiran sekitar 7.000 orang Gafatar dari Kalimantan secara paksa termasuk pelanggaran berat hak asasi manusia. "Pengusiran secara paksa bukan atas keinginannya sendiri, hal ini penting yang diperhatikan pemerintah, pengusiran secara paksa ini adalah HAM berat, ini termasuk kejahatan kemanusiaan," kata dia.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut sebaiknya Komnas HAM melakukan penyelidikan secara menyeluruh.