REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Panitia Khusus (Pansus) revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Terorisme, M Syafi'i mengatakan di internal Pansus menguat wacana untuk mengusulkan penyatuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dengan Densus 88 antiteror dalam satu badan.
"Menguat keinginan agar ini lebih bersinergi dan birokrasi lebih sederhana jadi disatukan saja," katanya di Gedung Nusantara II, Jakarta, Selasa (14/6).
Ia mengatakan selama ini kedua institusi itu berada dibawah koordinasi yang berbeda, BNPT dibawah Kemenkopolhukam, dan Densus 88 dibawah Kepolisian. Syafi'i menjelaskan BNPT lakukan pengawasan dan pencegahan serta kalau diindikasikan harus ada penindakan sehingga perlu satu perintah agar lebih mudah.
"BNPT untuk pencegahan, penindakan dan pascapenindakan. Apakah Densus atau yang lain namun untuk penindakan harus ada yang khusus," ujarnya.
Politikus Gerindra itu menilai penyatuan keduanya tidak masalah, karena operasi-operasi yang dilakukan Densus 88 harus berdasarkan kajian BNPT.
Dia mengatakan sejauh ini kinerja Densus 88 dipertanyakan misalnya dua korban di Cawang tidak diketahui namanya oleh Densus karena penangkapannya tidak dikaji dan diteliti.
"Padahal harus ada penelitian yang valid, baru ada penindakan. List teroris dari BNPT yang seharusnya dijalankan Densus 88," katanya.
Syafi'i menekankan penyatuan BNPT dan Densus agar ada penindakan dan pencegahan yang sejalur.