REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perilaku kekerasan terhadap anak meningkat secara signifikan selama tiga pekan terakhir. Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mencatat adanya ribuan kasus kekerasan terhadap anak sejak 26 Mei hingga 14 Juni 2016.
Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, Djoko Setiyono, mengatakan ada 1.508 angka kekerasan terhadap anak selama tiga pekan terakhir.
"Setelah kami melihat data, ternyata ada kenaikan yang signifikan selama tiga pekan. Bentuk kejahatannya berupa kasus kekerasan terhadap hak-hak perlindungan anak, baik kekerasan fisik, kekerasan seksual maupun kekerasan psikologis," ujar Djoko kepada wartawan di Jakarta, Selasa (14/6).
(Baca juga: Kemensos Siapkan Draft Mekanisme Rehabilitasi Korban Pelecehan)
Menurut Djoko, pada 26 Mei, angka kekerasan terhadap anak tercatat sebanyak 16.570 kasus. Per 14 Juni, angka kekerasan terhadap anak mencapai 18.078 kasus. Jumlah angka kekerasan anak menduduki peringkat ketiga dalam daftar tindak pidana terbanyak yang dirangkum Kemenkumham. Sementara itu, tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan pencurian menduduki peringkat teratas daftar tindak kejahatan yang dirangkum Kemenkumham.
Kekerasan terhadap anak, lanjut Djoko, dilakukan orang dewasa dan anak-anak. Bahkan, masih ada tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orangtua ketika mendidik anaknya. Berdasarkan penelusuran Kemenkumham, pelaku kekerasan terhadap anak rata-rata memiliki latar belakang pernah mengalami tindak kekerasan di masa lalu.
"Memang ada keterkaitan antara kekerasan sebelumnya dengan perilaku kekerasan yang dilakukan pelaku. Sebab, ada kebiasaan menerima perlakuan yang keras. Kecenderungan balas dendam itu ada," tutur Djoko.
Menanggapi hal tersebut, pemerhati anak, Seto Mulyadi, mengungkapkan pola kasus kekerasan kepada anak tetap seperti fenomena gunung es. Sebelumnya, isu kekerasan terhadap anak seolah kalah dengan isu lain seperti kriminalitas dan hukum.
"Kalau soal data kekerasan yang tinggj itu masuk akal. Bahkan mungkin bisa lebih tinggi lagi. Jika seperti ini, penanganan pemerintah harus benar-benar sesuai status kejahatan yang sudah dianggap luar biasa," ujar dia.