Ahad 05 Jun 2016 02:31 WIB

Menhan Antisipasi Manuver Cina

Rep: Fitriyan Zamzami/ Red: Joko Sadewo
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA – Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengiyakan adanya kecurigaan bahwa Cina mendanai dan mempersenjatai nelayan-nelayan mereka untuk menegaskan klaim di Laut Cina Selatan. Ia menyatakan akan mengantisipasi hal tersebut dengan menambah kekuatan militer Indonesia di Pulau Natuna, Kepulauan Riau.

“Akan kita tempatkan tiga kapal besar, kapal-kapal kecil untuk patroli, dan pesawat-pesawat tempur,” kata Menhan saat ditemui Republika.co.id selepas menjadi pembicara dalam Dialog Pertahanan Shangri-La ke-15 di Singapura, Sabtu (4/6). Natuna, menurut Menhan akan jadi salah satu pangkalan militer terdepan Indonesia di Laut Cina Selatan.

Komentar Ryamizard ia keluarkan menyusul terjadinya dua insiden penerobosan wilayah laut Indonesia oleh nelayan Cina di perairan sebelah utara Pulau Natuna dua bulan belakangan. Dalam dua insiden tersebut, Cina melayangkan protes karena menganggap nelayan mereka berada dalam wilayah “pemancingan tradisional” pelaut-pelaut Cina. Sedangkan pihak Indonesia bersikeras bahwa lokasi penangkapan mask dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Saat ditanyai soal dugaan bahwa Cina membiayai dan mempersenjatai nelayan mereka yang berlabuh ke batas-batas negara lain, Menhan tak menampik. “Iya, kita sudah tahu,” ujarnya singkat.

Menurut Menhan, para pelaut Cina leluasa memasuki laut Indonesia karena  wilayah tersebut kurang terawasi. “Dulu kan kosong, jadi mereka leluasa. Sekarang tidak lagi,” kata Ryamizard.

Bagaimanapun, Menhan menekankan bahwa Indonesia tak ingin bertikai dengan Cina soal Laut Cina Selatan. Ia mengatakan, Indonesia berupaya selalu menjadi jembatan bagi negara-negara yang bertikai.

Terkait hal itu, ia mengatakan telah meminta pihak Cina tak membesar-besarkan insiden di Laut Cina Selatan seperti yang mereka lakukan melalui protes-protes resmi saat nelayan mereka ditangkap. “Persoalan nelayan adalah persoalan hukum dan akan kami selesaikan secara hukum,” kata dia.

Agresifitas Cina di Laut Cina Selatan jadi salah satu topik hangat pada konferensi tingkat tinggi menteri pertahanan se-Asia Pasifik di Singapura. Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), Ashton Carter menegaskan, dalam pertemuan itu, negaranya tak akan tinggal diam jika Cina terus-menerus melakukan manuver militer di wilayah sengketa di Laut Cina Selatan.

Terlebih jika nantinya tribunal internasional memenangkan gugatan Filipina atas klaim Cina terhadap wilayah kepulauan dan laut di Laut Cina Selatan. Carter menekankan bahwa AS akan berupaya sebisa mungkin untuk menjaga kebebasan navigasi laut dan udara di Laut Cina Selatan.

Sejauh ini, kata Carter, AS terus memberikan bantuan-bantuan militer kepada negara-negara di tepian Laut Cina Selatan. Untuk Filipina, AS memberikan bantuan teknologi pengawasan wilayah laut. Bantuan alat-alat pengawasan kelautan nirawak juga diberikan untuk Vietnam. Sementara Malaysia dan Indonesia mendapat bantuan teknologi komunikasi.

Menurut Carter AS sedianya tak ingin menyasar negara tertentu dalam kerja sama-kerja sama tersebut. Kendati demikian, ia juga mengatakan bahwa indikasi-indikasi militerisasi pulau-pulau buatan Cina di Laut Cina selatan akan semakin mengisolasi negara tersebut. “Cina sedang membuat Tembok Besar yang mengisolasi dirinya sendiri,” ujar Carter

menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement