REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Jelang bulan suci Ramadhan 1437 Hijriyah, harga barang kebutuhan pokok kian meroket. Di tingkat nasional, tercatat inflasi sebesar 0,24 persen pada bulan Mei 2016 dengan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 123,48.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bekasi Slamet Waluyo menyatakan, seluruh kota pengukur IHK di Pulau Jawa mengalami inflasi pada Mei 2016. "Pada bulan Mei, Kota Bekasi mengalami inflasi 0,09 persen dengan IHK 120,64. Inflasi Kota Bekasi terendah di Jawa Barat dari tujuh kota," kata Slamet Waluyo, kepada Republika.co.id, Rabu (2/6). April 2016 lalu, Kota Bekasi mengalami deflasi sebesar 0,61 persen dengan IHK 119,94.
Menurut Slamet, naiknya tingkat inflasi dipicu oleh kenaikan harga bahan pokok jelang Ramadhan. Kenaikan beberapa komoditas bahan pokok di Kota Bekasi sudah mulai terasa sebulan menjelang Ramadhan tetapi tidak signifikan.
Slamet menyampaikan, tidak terjadi kenaikan yang bersifat drastis selama pantauan Mei kemarin. Ia optimistis angka inflasi dapat ditekan atau minimal tidak mengalami peningkatan tajam pada bulan Ramadhan mendatang.
Pantauan Republika.co.id di Pasar Baru Bekasi dan Pasar Kranji Baru, Kota Bekasi, ada beberapa harga komoditas yang masih bertengger di atas rata-rata. Misalnya, daging ayam, daging sapi, dan bawang. Harga daging sapi masih belum turun dari angka Rp 120 ribu, sedangkan daging ayam mencapai Rp 40 ribu per ekor. Harga gula pasir dan minyak sempat merangkak beberapa pekan sebelumnya.
Slamet menambahkan, dari 82 kota IHK di Indonesia, sebanyak 67 kota mengalami inflasi dan 15 kota mengalami deflasi. Ada tujuh kota penghitung IHK di Provinsi Jawa Barat, yaitu Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Bekasi, Depok, dan Tasikmalaya. Kota dengan tingkat inflasi paling tinggi di Jawa Barat ialah Tasikmalaya sebesar 0,44 persen dengan IHK 122,15.
Secara nasional, inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya seluruh indeks kelompok pengeluaran. Kelompok bahan makanan naik 0,30 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,58 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,02 persen; kelompok sandang 0,44 persen; kelompok kesehatan 0,27 persen; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,03 persen; serta kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan 0,21 persen.