Jumat 27 May 2016 05:10 WIB

Aturan Diskresi Dibuat September 2014, Ahok Rapat Kontribusi Tambahan Maret 2014

Rep: Muhyiddin/Rizky Suryarandika/ Red: Erik Purnama Putra
Gubernur Ahok saat rapat bersama Presdir PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja membahas proyek reklamasi.
Foto:

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan, Ahok tidak bisa melakukan diskresi melalui tindakan sewenang-wenang dalam proyek pulau reklamasi. Karena, kalau hal itu diteruskan, kata dia, dapat berdampak buruk pada pemerintahan di daerah lainnya.

"Tentu, setiap tindakan pemerintah itu harus ada dasar hukumnya. Tindakan preman atau perjanjian preman itu kan bisa berarti negatif dan positif," jelasnya.

Donal mengatakan, jika tindakan diskresi menarik dana kontribusi tambahan kepada perusahaan dianggap tidak apa-apa, nanti bisa diikuti kepala daerah lainnya. Dengan begitu, nantinya bisa jadi banyak kepala yang memanfaatkan hak diskresi untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok dengan meminta kepada perusahaan. Karena itu, ia mengingatkan Ahok untuk tidak bisa seenaknya menafsirkan aturan sesuai kehendaknya.

"Bayangkan kalau justru ada tindakan yang diikuti oleh kepala-kepala daerah yang lain? Memungut sesuatu, tetapi kemudian memanfaatkan pihak swasta dalam memperkaya dirinya sendiri dan orang lain. Ini kan sebuah pelanggaran hukum tentunya," jelasnya.

Donal menegaskan, hak dikresi Ahok yang memungut dana ke perusahaan pemilik izin reklamasi tidak memiliki landasan hukum. Seharusnya, kata dia, KPK bisa melihat tindak pidana korupsi atas proyek reklamasi tersebut. Dia melanjutkan, KPK dapat menelusuri juga apakah Ahok telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan maksud untuk memperkaya diri atau orang lain dalam proyek reklamasi tersebut.

"Dari kasus kontribusi tambahan ini tentu alat yang akan diverifikasi tentu apakah Ahok akan menerima manfaat atau ada upaya untuk meminta kontribusi tambahan kepada pihak swasta. Itu yang akan dielaborasi oleh KPK," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement