Selasa 24 May 2016 13:07 WIB

Tanpa Juknis, Tour De Flores Rawan Praktik Korupsi?

Red: M Akbar
Peserta Tour De Flores 2016 (TDF) melintas di wilayah kecamatan Ruteng, di Etape ke V dengan rute Ruteng ke Labuan Bajo Flores, Senin (23/5)
Foto: Republika / Darmawan
Peserta Tour De Flores 2016 (TDF) melintas di wilayah kecamatan Ruteng, di Etape ke V dengan rute Ruteng ke Labuan Bajo Flores, Senin (23/5)

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Bupati Ngada Marianus Sae mengatakan permintaan Gubernur Nusa Tenggara Timur kepada semua bupati di daratan Pulau Flores untuk mengalokasikan dananya dari APBD untuk mendukung penyelenggaraan "Tour de Flores" tanpa disertai dengan petunjuk teknis (juknis).

"Kami sangat khawatir jika dikemudian hari menjadi temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) meski tujuannya baik untuk mendukung sebuah kegiatan olahraga bertaraf internasional," kata Bupati Marianus ketika dihubungi Antara dari Kupang, Selasa (24/5).

Ia mengakui bahwa sejak awal dirinya memang tidak setuju dengan permintaan Gubernur NTT tersebut agar setiap kabupaten menggelontorkan dananya dari APBD sebesar Rp1,5 miliar untuk menyukseskan kegiatan olahraga bersepeda keliling Flores (Tour de Flores).

"Saya memang menolak permintaan tersebut, karena tidak ada juknis pelaksanaan dari pemberi mandat, karena pembahasan APBD bersama DPRD sudah selesai dan sudah ditetapkan".

"Jika dikemudian hari berbuntut masalah, siapa yang bertanggung jawab atas penggunaan dana sebesar Rp 1,5 miliar tersebut? Saya melihat konsekuensi hukumnya cukup berat sehingga saya menolak pada saat itu," katanya menambahkan.

Menurut dia, dukungan pendanaan dari daerah untuk kegiatan bertaraf internasional untuk mempromosikan pariwisata di masing-masing daerah, memang baik adanya, namun hal itu bukan berarti harus mengabaikan regulasi yang ada.

Memperjuangkan hal yang baik, kata Bupati Ngada, harus juga dilakukan melalui jalan yang benar pula, sehingga bisa dipertanggung jawabkan, tetapi jika sebaliknya, menggunakan jalan yang salah, maka sama dengan tindakan bunuh diri.

"Artinya bahwa kita sudah tahu bahwa apa yang kita lakukan itu salah dan melanggar hukum, tetapi melaksanakan juga. Ini kan konyol namanya, sama dengan tindakan bunuh diri," kata Marianus.

Meski begitu, katanya, saat peserta "Tour de Flores" melintasi Kota Bajawa, ibu kota Kabupaten Ngada yang terkenal dingin itu, pihaknya tetap menyambut mereka secara meriah pula.

"Saya sediakan sejumlah dana, meski akan dibebankan kepada APBD namun saya masih butuh konsultasi dengan aparat hukum dan BPK untuk nomenklatur penggunaannya," katanya.

Ia menambahkan jika "Tour de Flores" sudah ditetapkan menjadi agenda wisata tahunan maka koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan panitia mesti dilakukan secara baik.

Selain itu, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi mestinya memberi jaminan kepada pemerintah kabupaten tentang regulasi penggunaan APBD II, sehingga tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement