Senin 23 May 2016 06:16 WIB

Ibu Aisyah dan Keluarga Sekarang

Red: M Akbar
Keluarga berencana/ilustrasi
Foto:

Sekarang, mari lihat kehidupan di tengah kita:

 

Baru saja wanita ingin melahirkan di rumah sakit, sudah ditembak agar lahir sesar. Istri saya pernah mengalami ketika ingin melahirkan anak ketiga kami. Saya bilang ke administrasi RS, "Kucing saja melahirkan sendiri. Ngapain manusia pakai operasi. Saya yakin Allah memudahkannya dengan kelahiran normal."

Bukan lantaran kita tak sayang istri. Tapi manusia diberi feeling dengan membaca situasi dan kondisi. Kita juga perlu memiliki keyakinan besar pada Allah. Dan Allah berkehendak sesuai prasangka hamba Nya. 

Ketika dianalogikan dengan kucing, baru deh pihak RS mengangguk-angguk. Ah lucu. Seolah-olah hanya ingin mengeruk uang yang besar. Alhamdulillah istri benar-benar melahirkan normal. Sama dengan anak kedua, malah lahirnya di kamar kami tanpa perlu ke rumah sakit. Hadza min fadhli Rabbi. Semua atas keyakinan kita pada Allah dan feeling yang diberikan pada seluruh manusia. 

Simpel saja: Bukankah orangtua terdahulu selalu melahirkan normal, bahkan ikan paus di tengah laut bisa melahirkan sendiri tanpa bidan tanpa sengkarut alat operasi. Apalagi sekarang kita kerap dihadapkan realita kelahiran dan problematika medis yang kental dengan potret komersil. 

Barangkali ada pula realita kehidupan lain, semisal ada suami istri ketika kecewa, sang suami begitu ego mencari istri kedua yang lebih muda dibanding istri tua. Seolah poligami nafsu belaka. Dengan enteng menjual ayat Nya untuk mendukung perbuatannya. Maka remuk redamlah makna poligami yang hakiki.

Bisa jadi, ada juga istri yang kecewa kurang uang dapurnya. Lalu, dengan mudah menggugat suami yang pernah dicintainya. Seakan berumah tangga hanya urusan ekonomi belaka. Lupa akan kebaikan-kebaikan suami sebelumnya. Lupa janji akad nikah yang disaksikan Malaikat-malaikat Nya.

Boleh jadi, ada keluarga beranak tak sampai tiga tapi kehidupannya selalu dipenuhi ketakutan kekurangan harta. Sampai-sampai suami istri bekerja siang malam. Namun tetap selalu kurang. Aneka cicilan menghadang, padahal berisiko riba. Dan kita tahu, dosa riba terkecil sama halnya dengan menggauli ibunya. Naudzu billah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement