Jumat 20 May 2016 22:34 WIB

Pemerintah Pelajari Hasil Simposium Tragedi 1965

 Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan memberikan pemaparan saat menghadiri Simposium Tragedi 1965
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan memberikan pemaparan saat menghadiri Simposium Tragedi 1965

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah masih mempelajari hasil rekomendasi Simposium Tragedi 1965 yang dilakukan pada 18-19 April lalu.

"Masih dipelajari satu per satu poinnya, kita juga masih mengkaji apakah hasil itu dirilis ke publik atau tidak," kata Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan salah satu rumusan yang direkomendasikan oleh panitia pelaksana pada Rabu (18/5) adalah negara bertanggungjawab atas peristiwa tersebut. Namun Menkopolhukam menolak rekomendasi tersebut.

"Kata maaf masih jauh dari kita, mengenai rehabilitasi juga masih kita kaji. Siapa yang harus direhabilitasi," kata dia.

Mengenai pihak-pihak yang merasa simposium itu tidak adil karena tidak mengundang para purnawirawan, Luhut pun tidak ambil pusing.

"Saya sudah undang semuanya, ada daftarnya. Kalau mereka tidak datang ya itu masalah mereka. Pemerintah hanya mau menyelesaikan permasalahan masa lalunya. Agar tidak menjadi bagi generasi muda," kata dia.

Mengenai pelenyapan buku, menurut Luhut selama buku digunakan untuk keperluan akademis, buku-buku tersebut tidak perlu disita.

"Jangan berlebihan lah, kalau untuk keperluan akademik tidak masalah. Masa masyarakat tidak boleh mengkaji, nanti jadi bodoh. Tahu-tahu komunisme sudah ada di masyarakat tetapi tidak ada yang tahu," kata Luhut di Jakarta, Jumat.

Menurut dia Indonesia tidak perlu paranoid dengan komunisme.

"Kita ini negara demokrasi, kalau cuma satu atau dua ada seperti itu tidak masalah, tapi kalau sudah masif dan ada niat untuk menyebarkan paham komunisme baru kita tindak," kata dia.

Menurut dia, cara untuk menghalau komunisme dengan mengisi dengan Pancasila dan menjelaskan bahaya laten komunisme bagi Indonesia.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement