REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Sujatmiko, mengatakan hukuman pokok dan hukuman tambahan menjadi dua hal utama dalam draf Perppu sanksi kebiri. Draf tersebut juga mengatur hukuman seumur hidup dan hukuman mati sebagai hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual.
"Secara umum ada draf Perppu mengatur teknis hukuman pokok dan hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual. Hukuman tambahan diberikan berdasarkan pelanggaran pidana yang dilakukan pelaku," ujar Sujatmiko kepada Republika.co.id di Jakarta, Jumat (20/5).
Hukuman pokok, tuturnya, mengatur sanksi penjara selama lima hingga 15 tahun bagi pelaku kejahatan seksual. Selain penjara, pelaku juga dikenai denda sebesar maksimal Rp 5 miliar.
Dia melanjutkan, pelaku kekerasan seksual yang berasal dari orang terdekat, yakni ayah, ayah tiri, kakak, guru maupun penegak hukum mendapat tambahan hukuman selama satu per tiga dari masa hukuman pokok.
Sementara itu, pelaku kejahatan seksual berat akan dikenai hukuman tambahan. Jenis hukuman tambahan pun berjenjang menurut pelanggaran pidana dan efek yang ditimbulkan kepada korban.
Jenis hukuman tambahan antara lain penyebaran identitas pelaku di tempat umum, hukuman seumur hidup hingga hukuman mati. Pelaksanaan sanksi kebiri juga menjadi salah satu jenis hukuman tambahan yang diatur dalam draf.
"Pelaksanaan hukuman kebiri contoh teknisnya seperti ini, dia terbukti bersalah berat lantas menjalani hukuman 15 tahun penjara. Setelah keluar, dia harus menjalani suntik kebiri selama dua tahun," ungkap Sujatmiko.
Meski mengatur hukuman yang dinilai berat, Perppu sanksi kebiri juga memberikan penjelasan mengenai rehabilitasi. Sujatmiko mengatakan, rehabilitasi dikakukan secara psikologis, rohani dan kesehatan untuk menghormati hak asasi pelaku serta korban.
Sebelumnya, draf Perppu sanksi kebiri telah selesai dibahas pada akhir pekan lalu. Kini, draf asli Perppu itu telah diterima Sekretariat Negara sebelum disahkan oleh Presiden Joko Widodo.