REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Mantan ketua MK Prof Dr M Mahfud MD menilai pihak yang berupaya menghidupkan kembali paham komunis harus ditindak. Sebab, Tap MPR Nomor 25/1966 tentang Larangan terhadap Komunisme, Marxisme dan Leninisme tak bisa dicabut.
"Tap MPR 25/1966 itu tidak bisa dicabut karena tap itu dibuat saat MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Tapi sejak Amendemen UUD 1945, membuat MPR menjadi lembaga tinggi, sehingga tidak bisa membuat ketetapan di bawah UU lagi," katanya di Surabaya, Jatim, Kamis (19/5).
Setelah berbicara dalam seminar dan pelantikan pengurus Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Jawa Timur yang dilakukan mantan kapolri Jenderal Pol (Purn) Da'i Bachtiar di Auditorium Unitomo Surabaya, ia menjelaskan Komunisme itu tetap dilarang selama tidak ada ketetapan baru.
"MK pun tidak bisa karena MK hanya mengurusi UU, sedangkan Tap MPR memiliki peringkat antara UUD dan UU. Jadi, Tap MPR itu hanya bisa dicabut bila UUD kembali ke yang lama, tapi hal itu juga akan panjang lagi perdebatannya, bahkan bisa jadi malah diperkuat," tuturnya.
Oleh karena itu, kata pakar hukum tata negara itu, pihak-pihak yang berupaya menghidupkan komunisme harus ditindak sesuai dengan UU 27/1999 tentang Perubahan KUHP Yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara. "Karena itu, aparat penegak hukum harus menindak mereka dengan tegas karena mereka melanggar UU 27/1999, apalagi Pasal 107 UU 27/1999 itu sudah jelas menyebutkan upaya yang menghidupkan komunisme itu bertentangan dengan falsafah negara. Jadi, polisi sudah benar," ujarnya.
Tentang rekonsiliasi dengan eks PKI, Ketua Presidium Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) itu menyatakan hal itu tidak perlu. Sebab, rakyat di bawah sudah cair sehingga "arus bawah" sudah mengalami rekonsiliasi dengan sendirinya.
"Sekarang semua anak eks PKI boleh bekerja, sekolah, boleh dapat beasiswa. Karena itu, kalau dihidup-hidupkan lagi, itu seperti mengungkit luka lama. Jadi, jangan dibuka lagi," tegasnya.