REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam pemilihan Ketua Umum Partai Golkar di ajang Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar, Ade Komarudin (Akom) dan Setya Novanto (Setnov) mendapatkan suara terbanyak, yaitu masing-masing 173 suara dan 277 suara.
Seharusnya pemilihan ketua umum partai berlambang pohon beringin itu dilanjutkan ke putara kedua, namun Ade Komarudin memilih untuk menerima hasil perolehan suara tersebut sebagai hasil final.
Alhasil, Setya Novanto ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Golkar, menggantikan Aburizal Bakrie. Pengamat politik dari Indo Barometer, M Qodari, menilai, keputusan Akom tersebut membuat gelaran Munaslub Partai Golkar berakhir dengan manis.
''Itu (sikap Akom) cukup bagus. Itu jadi, kalau bahasa saya, menjadi ending yang manis di Munaslub. Mudah-mudahan itu menjadi indikasi bahwa Golkar akan betul-betul menjadi solid,'' ujarnya saat dihubungi Republika.co.id Selasa (17/5).
Lebih lanjut, Qodari menyebut, selama ini memang seolah-olah ada anggapan baik antara Akom ataupun Setnov selalu berseberangan. Namun, dengan perkembangan yang terjadi di Munaslub Golkar, agaknya sudah ada terjadi titik temu diantara keduanya.
''Tapi, bagaimana bentuk akomodasi politik atau kompromi politiknya ya kita baru bisa lihat nanti,'' katanya.
Kendati begitu, lanjut Qodari, siapapun yang terpilih sebagai ketua umum tidak akan merubah arah kebijakan yang akan diambil Partai Golkar pada masa mendatang, yaitu memberikan dukungan kepada pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
''Tidak ada yang bilang berada di luar pemerintahan. Sama saja, siapapun yang terpilih, Golkar akan tetap mendukung Jokowi-JK. Walaupun di tiap-tiap Ketua Umum akan berbeda tingkat gradasi-gradasi dukungannya,'' jelasnya.