Rabu 18 May 2016 05:30 WIB

Penutur Bahasa Daerah Kian Langka

Seorang perempuan membaca salah satu buku sastra daerah dalam Kongres Internasional II Bahasa-bahasa Daerah Sulawesi Selatan di Makassar (ilustrasi).
Foto: Antara/Dewi Fajrian
Seorang perempuan membaca salah satu buku sastra daerah dalam Kongres Internasional II Bahasa-bahasa Daerah Sulawesi Selatan di Makassar (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Balai Bahasa Jawa Tengah mengakui jumlah penutur bahasa daerah, khususnya bahasa Jawa sekarang ini kian langka seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi.

"Terutama, di kalangan generasi muda. Perlu upaya pembinaan bahasa Jawa terhadap generasi muda agar tidak hilang," kata Kepala Balai Bahasa Jateng Pardi Suratno di Semarang, Selasa (17/5).

Hal tersebut diungkapkannya di sela "Sarasehan Bahasa dan Sastra: Pelestarian Bahasa dan Budaya Jawa" di Griya Cahya, Gunungpati, Semarang, yang diprakarsai Balai Bahasa Jateng.

Menurut Pardi, selama ini masih saja ada anggapan penutur atau orang-orang yang memiliki perhatian terhadap pelestarian bahasa dan sastra Jawa dianggap orang yang "jadul" atau kuno.

"Saat ini, orang-orang yang memiliki perhatian terhadap bahasa dan sastra Jawa dan penuturnya merupakan orang istimewa. Kalau tidak ada lagi penutur, bahasa daerah bisa punah," katanya.

Meski bahasa Jawa sekarang ini belum punah, kata dia, upaya pembinaan dan pelestarian bahasa daerah harus terus dilakukan, mengingat bahasa Jawa memiliki nilai kearifan lokal.

Dengan terbiasa berbahasa Jawa, khususnya krama inggil, kata dia, ada penanaman nilai-nilai dan etika, seperti sopan santun, menghargai orang lain, dan berbakti kepada orang tua.

"Makanya, kami siap memberikan dukungan kepada Griya Cahya untuk menggelar kegiatan setiap tahunnya, seperti lomba mendongeng, menulis, dan keterampilan berbahasa Jawa," katanya.

Sementara itu, peneliti Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Yeyen Maryani mengatakan bahasa daerah mengandung nilai-nilai kearifan lokal yang harus terus dibina dan dilestarikan.

"Bahasa daerah tidak bisa bertahan lama jika tidak dipertahankan, dibina, dan dilestarikan. Selain pewarisan dari orang tua, bahasa daerah harus diajarkan secara formal," katanya.

Namun, ia mengakui pelestarian bahasa daerah menghadapi sejumlah kendala, di antaranya dengan banyaknya ragam bahasa daerah, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) yang punya 69 bahasa daerah.

Kalau di Jawa, seperti Jawa Barat, lanjut dia, bahasa daerahnya hanya satu, yakni bahasa Sunda meski ada beberapa variasi sehingga bisa langsung diajarkan sebagai muatan lokal.

"Bagaimana dengan NTT yang punya banyak bahasa daerah? Mana yang akan diajarkan sebagai muatan lokal? Selain itu, kendala pelestarian bahasa daerah adalah kurangnya pengajar," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement