REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Perlindungan Saksi dan Korban menilai, sikap pemerintah dalam menyusun Perppu pemberatan bagi kejahatan seksual anak, terkesan hanya memikirkan tindakan yang akan diberikan bagi para pelaku. Bahkan keadilan bagi korban terkesan hanya ketika pelaku mendapatkan hukuman berat.
Menurut dia, pemerintah hanya puas dengan menjatuhkan sanksi yang berat untuk mendukung efek jera pada kasus-kasus kekerasan seksual anak. "Namun apakah pemerintah memberikan perhatian bagi korban dan keluarganya setelah kejadian ini? Pada kasus-kasus kekerasan seksual khususnya kepada anak, selama ini pemerintah hadir seperti “Pemadam Kebakaran” saat kasus-kasus tersebut terangkat ke media," kata Direktur Eksekutif ICJR, Supriyadi W. Eddyono pada siaran pers yang diterima Republika.co.id, Ahad (15/5).
Pemerintah Indonesia saat ini sedang membahasan dan memfinalisasi Perppu pemberatan bagi kejahatan seksual anak, untuk memperkuat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. sikap pemerintah ini terkait kedaruratan situasi kejahatan seksual di Indonesia.
Sejauh ini, menurut Supriyadi, pemerintah belum memberikan hak-hak anak korban kejahatan seksual, karena Undang-Undang yang ada saat ini hanya mengatur secara terbatas hak-hak korban. Bahkan, sampai saat ini dalam praktiknya tidak jelas implementasi hak-hak korban tersebut.