Ahad 15 May 2016 18:52 WIB

Komnas HAM Tegaskan Tolak Perppu Sanksi Kebiri

Rep: c36/ Red: Karta Raharja Ucu
  Aksi kampanye menentang kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak di Bundaran HI, Jakarta, Selasa (29/1).   (Republika/ Tahta Aidilla)
Aksi kampanye menentang kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak di Bundaran HI, Jakarta, Selasa (29/1). (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas HAM menegaskan tetap menolak pemberlakukan Perppu sanksi kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak dan perempuan. Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution, meminta pemerintah mengkaji akar penyebab maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.

"Sanksi kebiri bukan solusi efektif karena tidak memberantas akar permasalahan penyebab kasus-kasus perkosaan. Selain itu, sanksi pemberatan ini juga tidak sejalan dengan perlindungan HAM, sebab ada fungsi organ tubuh yang ditiadakan," ungkap Maneger kepada Republika.co.id di Jakarta, Ahad (15/5).

Menurut dia, penyebab kejahatan seksual tidak semata berada pada kemampuan alat vital manusia. Dalam beberapa penelitian psikologi, kata dia, terungkap penyebab seseorang menjadi pelaku perkosaan adalah kerusakan pada bagian otak tertentu akibat menyaksikan konten pornografi.

Salah satu penelitian, tuturnya, mengungkap adanya kerusakan pada otak anak saat menonton konten pornografi sebanyak 27 kali. Kondisi seperti ini diperparah dengan pemicu berupa narkoba dan minuman keras.

"Karenanya, pemerintah perlu mengkaji penyebab-penyebab kekerasan seksual dari hulu. Pemerintah juga perlu menegaskan aturan soal pornografi dan minuman keras," ujar Maneger.

Terakhir, Komnas HAM mengingatkan pemerintah agar meminta pertimbangan tokoh-tokoh agama terkait kajian terhadap sanksi kebiri. Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Sujatmiko, memastikan pembahasan draf peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) sanksi kebiri telah selesai. Pihaknya menegaskan saat ini draf tersebut sedang dalam proses penyerahan kepada Presiden.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement