Jumat 13 May 2016 08:12 WIB

Perempuan Lintas Iman: RI Darurat Kekerasan Seksual

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Achmad Syalaby
Ilustrasi Pemerkosaan
Foto: Republika On Line/Mardiah diah
Ilustrasi Pemerkosaan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perempuan Lintas Iman yang terlibat dalam Lokakarya Perempuan dan Perdamaian Lintas Iman menilai kekerasan seksual di Indonesia sudah berada pada kondisi darurat. Hal tersebut terlihat dari maraknya peristiwa perkosaan yang dilakukan secara berkelompok terhadap anak perempuan beberapa bulan terakhir ini.

Karena itu, lokakarya yang digagas oleh Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), bekerja sama dengan Gereja Kristen Sumba di Waingapu, Sumba, pada 10-11 Mei  merumuskan pernyataan sikap Perempuan Lintas Iman atas kondisi darurat kekerasan seksual terhadap perempuan.

"Kekerasan seksual termasuk perkosaan yang dilakukan baik secara individu maupun berkelompok terhadap perempuan dan anak telah mengakibatkan trauma, stigma, dan kekerasan berlapis lainnya, bahkan kematian. Kekerasan seksual itu adalah kejahatan terhadap kemanusiaan," tutur Kepala Humas PGI Jeirry Sumampow, dalam keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Kamis (12/5).

Perempuan Lintas Iman meminta agar pejabat publik dan masyarakat untuk tidak melakukan kekerasan berikutnya kepada korban dan keluarga melalui pendapat dan pandangan yang menyalahkan korban. 

Pemerintah juga didesak untuk  memastikan adanya regulasi dan mekanisme perlindungan terhadap perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan. Untuk itu, Perempuan Lintas Iman mendorong pemerintah segera mengesahkan RUU Kekerasan Seksual.

Perempuan Lintas Iman mendesak negara untuk memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada pelaku kekerasan seksual demi memberi efek jera tanpa harus dengan hukuman kebiri dan hukuman mati. Menurut mereka, mengganjar dengan hukum kebiri hanya akan menimbulkan persoalan baru. Sementara hukuman mati bertentangan dengan sila pertama Pancasila.

Terakhir, Perempuan Lintas Iman mendesak lembaga-lembaga keagamaan untuk mengembangkan kurikulum pendidikan anak dan remaja yang mengintegrasikan pendidikan seksual, kesehatan reproduksi, nilai-nilai perdamaian, antikekerasan, dan  penghargaaan perbedaan. Selain itu lembaga-lembaga keagamaan perlu memfasilitasi proses trauma healing dan perlindungan bagi korban dan keluarganya. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement