Kamis 12 May 2016 21:45 WIB

Badan Intelijen Bantu Cari Pengemplang Pajak Riau

Petugas memasang logo Badan Intelijen Negara (BIN) di Kantor BIN Jakarta, Jumat (15/1).
Foto: Wahyu Putro A
Petugas memasang logo Badan Intelijen Negara (BIN) di Kantor BIN Jakarta, Jumat (15/1).

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Badan Intelijen Negara menyatakan akan ikut membantu Direktorat Jenderal Pajak Wilayah Riau dan Kepulauan Riau untuk mengumpulkan data para pengemplang pajak di daerah tersebut.

"BIN siap membantu," kata Kepala BIN Daerah Riau Marsekal Pertama Bambang Yogatama pada pertemuan DJP Wilayah Riau-Kepri dan BIN Daerah Riau, di Pekanbaru, Kamis (12/5).

Ia mengatakan, sebagai lembaga negara BIN akan membantu DJP selama itu untuk kepentingan negara. Meski begitu, BIN juga akan tetap melakukan pengawasan dan tidak segan menegur apabila ada pelanggaran. "BIN juga bertugas mengawasi dan (bisa) menegur DJP," katanya.

Kepala Kanwil DJP Riau-Kepri, Jantika, mengatakan pihaknya menggandeng BIN bukan untuk membuat lembaga itu sebagai penagih hutan (debt collector), melainkan untuk mempermudah mendapatkan informasi yang selama ini sulit didapatkan.

Ia mengatakan pihaknya juga menjalin kerja sama serupa dengan Polda Riau. Koordinasi tersebut dilakukan DJP karena pada tahun ini menerapkan sistem penegakan hukum, termasuk berupa penegakan hukum pidana.

Penegakan hukum itu merunut kepada regulasi Undang-undang No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, PP nomor 74/2011 dan Peraturan Menteri Keuangan nomor 13/2013.

"Bukan menjadikan BIN sebagai debt collector, tapi mereka hanya bekerja sama menyelidiki keberadaan perusahaan-perusahaan pengemplang pajak," katanya.

Selain itu, ia mengatakan DJP mengharapkan siapa saja untuk memberikan data pengemplang pajak, bahkan pihaknya juga sedang mempertimbangkan pembagian komisi pengembalian uang negara kepada pelapor. Ia menjamin identitas pelapor akan dirahasiakan dan akan dilindungi.

Namun, ia mengatakan upaya persuasif masih menjadi pilihan utama berupa meminta wajib pajak untuk segera melunasi tunggakan. Jatnika mengatakan jumlah pengemplang pajak di Riau dan Kepri hingga kini sedikitnya mencapai 500 orang dengan kerugian negara mencapai triliunan rupiah.

"Pengemplangan pajak atas nama pribadi di atas Rp 100 juta lebih 500 orang. Kalau semua ditindak, penjara bisa penuh," katanya.

Hingga awal Mei 2016, Jatnika mengatakan realisasi pajak baru mencapai Rp2,1 triliun atau hanya mencapai 19,24 persen dari target tahunan Rp 26,3 triliun. Penyetoran pajak diharapkan akan terpacu di paruh kedua tahun ini, mengingat kebiasaan wajib pajak yang sering membayar pajak menjelang jatuh tempo.

Ia menambahkan, pihaknya agak kesulitan menemukan data para pengemplang pajak secara detil karena wajib pajak mengisi sendiri data pajak yang harus dibayarkan atau "self assesment".

"Self assesment memberikan kebebasan kepada para wajib pajak. Berdasarkan data itu, Dirjen Pajak menelusuri apakah ada penyimpangan seperti penggelapan. Artinya, Dirjen Pajak sendiri tidak memiliki data secara pasti jumlah pengemplang pajak" katanya.

Sebelumnya, DPRD Riau menemukan pengemplangan pajak dari perusahaan Hutan Tanaman Industri mencapai Rp 104 triliun. Sebanyak 540 diantaranya merupakan perusahaan perkebunan, 60 perusahaan hutan tanaman industri dan 200 pabrik kelapa sawit. Perusahaan itu sudah menunggak pajak sejak empat tahun lalu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement