REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga, Haryadi, menilai Presiden Joko Widodo selalu tidak mau turut campur dalam masalah internal partai politik, termasuk dengan adanya pemilihan ketua umum Partai Golkar dalam gelaran Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Tidak hanya itu, Presiden pun meminta setiap jajaran kabinet untuk bersikap sama.
Alhasil, apabila ada jajaran kabinet yang disebut-sebut memberikan dukungan kepada salah satu kandidat calon ketua umum (caketum) Partai Golkar, maka menteri tersebut keluar dari instruksi yang diberikan Presiden. Sebelumnya, beredar kabar mengenai dukungan yang diberikan Menko Polhukam, Luhut Binsar Pandjaitan, terhadap salah satu kandidat Caketum Partai Golkar, Setya Novanto.
''Kalau itu benar benar, Pak Luhut masih melakukannya, maka Pak Luhut sudah keluar dan melangkah di luar dari apa yang diinstruksikan Presiden ke jajaran kabinet. Terlepas dia sebagai anggota Golkar, karena di kabinet, mereka diminta untuk tidak cawe-cawe. Apalagi secara terbuka,'' ujar Haryadi saat dihubungi Republika.co.id.
Tidak hanya itu, Haryadi menambahkan, dengan sikapnya itu, maka apapun yang dilakukan caketum Golkar untuk mendapatkan dukungan dari Istana akan sia-sia. ''Bisa dipastikan dari delapan orang kandidat itu, meskipun misalnya mereka dari dulu bergerilya, setahu saya, tidak akan pernah bisa dan mau diterima oleh Presiden,'' ujarnya.
Di sisi lain, menurut Haryadi, apabila ada salah satu kandidat caketum Golkar yang mengklaim mendapat dukungan dari Presiden, maka kandidat itu bisa dibilang mencatut nama Presiden. Selain itu, klaim itu pun justru malah dapat menjadi blunder atau bumerang bagi kandidat tersebut.
(Baca Juga: JK: Presiden Jokowi Marah Disebut Dukung Setnov)