REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Reshuffle atau perombakan kabinet menteri dalam kabinet merupakan fenomena lumrah dalam pemerintahan namun harus disikapi oleh partai poltik dan masyarakat secara bijak sehingga tidak semata hanya sebagai ajang bagi-bagi kursi kekuasaan.
Demikian benang merah pada diskusi publik bertema "Menyikapi Reshuffle Kabinet dan Pengaruhnya Bagi Pembangunan Indonesia" yang digelar Fakultas Kejuruan Ilmu Pendidikan Universitas Pasundan (Unpad) Bandung, Ahad (1/5).
"Reshuffle kabinet adalah hal biasa dan sah-sah saja karena ada dalam aturannya. Namun yang perlu dicermati adalah sikap bijak dari elit politik agar reshuffle itu berkualitas dan mutlak untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk kepentingan politik kelompoknya," kata Pengamat Komunikasi Politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Muhammad Iqbal pada diskusi itu.
Ia menyebutkan, perlu ada target pasti dari program di kabinet sehingga tolok ukurnya jelas serta menempatkan reshuffle tidak sekedar dari bagi-bagi jatah menteri di kalangan partai koalisi.
"Bila Golkar masuk koalisi jelas akan mengubah peta kekuatan di DPR bagi partai pendukung pemerintah. Saya kira pengaruhnya akan besar termasuk pada reshuffle, pembagian jatah menteri kemungkinan akan ada di sana," katanya.
Iqbal menyebutkan, saat ini dukungan Koalisi Indonesia Hebar (KIH) di DPR ada 374 kursi. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akan menjadi kuda penentu, apakah bergabung atau tidak dengan KIH. "Dengan kekuatan baru itu, maka dukungan di parlemen lebih kuat lagi," katanya.