REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II DPR RI menunggu hasil konsultasi Menteri Dalam Dalam Negeri Tjahjo Kumolo kepada Presiden Joko Widodo perihal beberapa poin pembahasan revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.
"Pada rapat kerja dengan Mendagri, pemerintah dan DPR sama-sama dapat beberapa poin krusial dalam pembahasan revisi UU Pilkada. Namun, Mendagri akan konsultasi terlebih dahulu dengan Presiden," kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Lukman Edy, Selasa (26/4).
Menurutnya paling tidak ada tiga hal krusial yang akan dikonsultasikan Mendagri kepada Presiden, yakni soal syarat dukungan calon independen, calon kepala daerah mundur atau tidak dari jabatannya, dan praktik politik uang.
Ia mengatakan jika konsultasi tersebut berjalan cepat dan Presiden dapat menyetujuinya, maka pembahadan revisi UU Pilkada dapat disetujui sebelum rapat paripurna penutupan masa persidangan pada Kamis (28/4).
Namun, jika konsultasi itu lambat apalagi jika Presiden belum menyetujui, maka pembahasan RUU Pilkada dapat diteruskan pada masa persidangan berikutnya hingga akhir Mei 2016.
Lukman menjelaskan, soal calon independen, pemerintah bersikukuh untuk mempertahankan syarat minimal dukungan kepada calon kepala daerah dari jalur perseorangan yakni 6,5-10 persen.
Dalam beberapa kali rapat kerja, Komisi II DPR RI menilai syarat minimal dukungan calon kepala daerah tidak seimbang sehinggga mengusulkan syarat dukungan kepada calon perseorangan dinaikkan atau syarat dukungan calon yang diusung partai politik diturunkan.
"Karena Pemerintah bersikukuh mempertahankan syrat untuk calon perseorangan, maka syarat calon dari parpol yang diturunkan," ujarnya.
Menurutnya dari hasil simulasi Pemerintah di beberapa daerah di Jawa Timur menemukan syarat dukungan untuk calon dari partai politik pada kisaran 15-20 persen yakni turun dari persyaratan dalam UU Pilkada, 20-25 persen.
Hasil simulasi tersebut, menurutnya sama dengan usulan komisi II DPR RI, tapi Pemerintah belum ingin menyetujuinya karena masih akan konsultasi dengan Presiden.
Kedua, soal calon kepala daerah mundur atau tidak dari jabatannya. Menurut Lukman, dalam UU No 8 tahun 2015 tentang Pilkada mengatur, anggota legislatif yang maju sebagai calon kepala daerah harus mundur dari keanggotaan di DPR RI dan DPRD setelah ditetapkan KPU sebagai calon kepala daerah.
Sedangkan, calon kepala daerah incumbent tidak mundur tapi hanya mengambil cuti saat kampanye, sehingga sejak ditetapkan KPU sebagai calon kepala daerah dapat memanfaatkan jabatannya untuk melakukan kampanye.
"DPR RI menilai, persyaratan ini tidak adil sehingga mengusulkan, anggota legislatif yang maju sebagai calon kepala daerah tidak perlu mundur, tapi cuti di luar tanggungan negara," jelasnya.
Kemudian, TNI, Polri, dan pejabat sipil yang maju sebagai calon kepala daerah, tidak diperkenankan dalam UU khusus yakni UU TNI, UU Polri, serta UU ASN. Menurut dia, hal ini juga akan dikusultasikan Mendagri kepada Presiden.
Kemudian, soal praktik politik uang. Menurut Lukman, praktik politik uang sering terjadi dan dalam pembahasan revisi UU Pilkada praktik ini masuk dalam kategori pelanggaran administratif.
"Sanksinya, calon kepala daerah dapat dibatalkan atau didiskualifikasi. Bawaslu yang memiliki kewenangan untuk memutuskan diskualifikasi tersebut dan kemudian disetujui oleh KPU," katanya.
Menurut Lukman, usulan ini juga akan dikonsultasikan Mendagri kepada Presiden.