REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Mahkamah Konstitusi Watch (MK Watch) mengkritik putusan majelis hakim MK terkait perkara Pilkada Kabupaten Muna. MK Watch menilai putusan tersebut banyak keanehan.
“Kejanggalan ini kami temukan melalui investigasi mendalam dan hasil temuan itu sudah kami sampaikan ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),” kata Sekretaris Jenderal MK Watch Nurahman Muklis, di Jakarta, Senin (25/4).
Menurut Nurahman, putusan sela majelis hakim MK yang memerintahkan pemilihan suara ulang (PSU) atas dasar adanya ditemukannya satu orang pemilih atas nama Hamka Hakim adalah pertimbangan yang janggal. Dalam putusannya, majelis hakim MK menyebutkan, nama Hamka Hakim menggunakan hak pilihnya di dua TPS, yaitu TPS 4 Kelurahan Wamponiki dan TPS 4 Kelurahan Raha. Keterangan Hamka Hakim saat diperiksa di Panwaslu Kabupaten Muna juga dijadikan sebagai bukti dalam persidangan MK yang diajukan oleh pasangan calon (paslon) Rusman Emba-Malik Ditu dengan nomor urut dua dalam gugatan di MK.
“Dalam keterangan di persidangan MK, justru hasil pemeriksaan Panwaslu Kabupaten Muna terhadap Hamka Hakim menyebutkan, dia memilih dua kali terhadap pasangan Rusman Emba-Malik Ditu di TPS yang berbeda,” kata Nurahman.
Nurahman melanjutkan, tindakan Hamka Hakim yang memilih di dua TPS yang berbeda dalam Pilkada adalah sebuah tindakan criminal. Karena itu, seharusnya Panwaslu Muna melaporkan Hamka Hakim ke pihak kepolisian.
Dengan alasan itu pula, seharusnya tidak ada bukti dan dasar untuk melakukan PSU di kabupaten Muna karena pemilih atas nama Hamka yang melakukan pemilihan di dua TPS bisa digugurkan suaranya dan MK tidak perlu memerintahkan PSU. Sebab, kecurangan melalui satu suara tidak memengaruhi kemenangan pasangan calon lainnya. Dalam Pilkada Munal, pasangan nomor urut tiga, yaitu LM Baharuddin-La Pili, unggul 33 suara atas pasangan Rusman Emba-Malik Ditu.