Jumat 22 Apr 2016 21:55 WIB

'Jangan Ada Fasilitas Istimewa di Lapas untuk Buronan BLBI'

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tumpak Hatorangan usai bertemu dengan Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrachman Ruki di Gedung KPK, Jakarta, Senin (18/5).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tumpak Hatorangan usai bertemu dengan Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrachman Ruki di Gedung KPK, Jakarta, Senin (18/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan pimpinan KPK, Tumpak Hatorangan Pangabean meminta pimpinan instansi pemerintah dan penegak hukum mengawasi rumah tahanan (Rutan) Salemba yang akan menjadi ruang eksekusi Samadikun Hartono.

Pengawasan itu, menurutnya penting agar tidak ada fasilitas istimewa yang diberikan pihak rutan kepada buron pengemplang dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ini.

"Ada sisi positif ketika samadikun kemudian disambut langsung pimpinan lembaga tinggi negara, kamis malam. Bisa jadi ini menunjukkan pemerintah serius memburu para buron BLBI ini pulang ke tanah air. Tapi kita berharap keseriusan itu juga ditunjukkan dengan tidak ada perlakuan istimewa di rutan," katanya kepada Republika.co.id, Jumat (22/4).

Secara pribadi, Tumpak mengapresiasi kinerja tim gabungan yang berhasil memulangkan Samadikun ke tanah air. Namun tentu keberhasilan ini tidak lepas dari kritik publik juga. Terutama melihat ada perlakuan berbeda saat pemulangan Samadikun.

Ia berharap opini publik yang negatif itu bisa ditepis dan dibantah penegak hukum. Salah satu caranya dengan memberlakukan Samadikun sama dengan tahanan lain di rutan Salemba.

"Tidak diberikan fasilitas fasilitas khusus lain," ucapnya.

Jadi tinggal penegak hukum, menunjukkan keseriusan menumpas koruptor BLBI dengan tidak ada perlakuan khusus itu.

Sebelumnya Samadikun Hartono terbukti melarikan dana BLBI senilai Rp 2 triliun. Pada 20 Agustus mantan Presiden Komisaris PT Bank Modern ini didakwa merugikan negara di PN Jakarta Pusat dan dituntut satu tahun penjara. Namun pada 2 Agustus ia divonis bebas.

Dalam proses bebasnya tersebut, Kejaksaan Agung mengeluarkan izin Samadikun untuk berobat ke Jepang pada 27 Maret 2003. Pada 17 Juni Mahkamah Agung melakukan Kasasi dan memvonis Samadikun empat tahun penjara.

Pada Juni hingga Juli, dalam proses PK yang ia lakukan, Jaksa Agung gagal mengeksekusi karena ia sudah kabur ke luar negeri hingga akhirnya ditangkap pada 14 April lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement