Jumat 22 Apr 2016 21:20 WIB

Pengembalian Aset Buronan BLBI Harus Jadi Prioritas

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Tumpak Hatorangan Pangabean
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Tumpak Hatorangan Pangabean

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah proses memulangkan dan menahan buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono, fokus penegak hukum selanjutnya haruslah untuk mengembalikan aset.

Mantan ketua KPK, Tumpak Hatorangan Pangabean mengatakan setelah kepulangan  Samadikun ke indonesia, penegak hukum harus memburu aset buronan BLBI ini.

"Pemulangan aset, harus dicari dimana saja aset dan harta yang masih ia miliki di tanah air," ujarnya kepada Republika.co.id, Jumat (22/4).

Tumpak menjelaskan, selain Samadikun harus menerima putusan pengadilan terkait hukuman empat tahun dan membayar denda Rp 169 miliar. Pemulangan aset juga menjadi prioritas.

Karena bagaimana pun, tegas dia, aset itu harus disita negara, ditarik, kemudian di lelang sebagai pengembalian aset. Untuk aset dan harta yang ia miliki di dalam negeri mungkin bisa lebih gampang, dibandingkan harta dan asetnya di luar negeri.

Ia mengatakan kalau aset dan hartanya ada di luar negeri, tentu akan lebih sulit. Karena harus mengikuti aturan MLA (Mutual Legal Assistance), kerjasama dengan negara yang dituju yang memiliki aset itu.

"Dulu Indonesia tidak memiliki kerjasama ini dengan Cina, kalau sekarang mungkin lebih bisa diusahakan. Tapi kita tidak tahu di negara lain," kata mantan wakil ketua KPK periode awal ini.

Sebelumnya Samadikun Hartono terbukti melarikan dana BLBI senilai Rp 2 triliun. Pada 20 Agustus mantan Presiden Komisaris PT Bank Modern ini didakwa merugikan negara di PN Jakarta Pusat dan dituntut satu tahun penjara. Namun pada 2 Agustus ia divonis bebas.

Dalam proses bebasnya tersebut, Kejaksaan Agung mengeluarkan izin Samadikun untuk berobat ke Jepang pada 27 Maret 2003. Pada 17 Juni Mahkamah Agung melakukan Kasasi  dan memvonis Samadikun empat tahun penjara.

Pada Juni hingga Juli, dalam proses PK yang ia lakukan, Jaksa Agung gagal mengeksekusi karena ia sudah kabur ke luar negeri hingga akhirnya ditangkap pada 14 April lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement