Rabu 20 Apr 2016 17:07 WIB

500 Keluarga di Tasikmalaya Tinggal di Zona Merah

Rep: Fuji E Permana/ Red: Yudha Manggala P Putra
Ilustrasi.
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Ratusan keluarga di Desa Sukapada, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya hidup di daerah rawan bencana alam. Pemukiman tempat mereka tinggal telah dinyatakan sebagai zona merah karena sangat sering terjadi pergerakan tanah.

Kepala Desa Sukapada Dudung Kamal Mustopa mengatakan, ada tiga kampung yang dinyatakan sebagai zona merah karena rawan bencana alam. Di antaranya, Kampung Garadaha, Bojot dan Citeureup.

"Jadi sekitar 500 kepala keluarga berada di zona merah," kata Dudung kepada Republika.co.id sambil menunjukkan rumah seorang warga yang rusak berat akibat pergerakan tanah, Rabu (20/4).

Pergerakan tanah di tiga kampung tersebut dimulai sejak 1995. Dikatakan Dudung, sekitar tahun 1997 - 1998 ahli geologi menyatakan tiga kampung tersebut sebagai zona merah. Sebab, di sana sangat rawan bencana alam, terutama pergerakan tanah. Setiap tahunnya selalu terjadi pergerakan tanah di sana.

Memasuki awal April tahun ini pergerakan tanah dirasakan kembali mengancam warga Desa Sukapada. Hingga saat ini pergerakan tanah tersebut terus terjadi. Awalnya hanya sedikit jalan, kebun dan rumah yang retak-retak, tapi sekarang sudah semakin banyak retakannya.

Babinsa Koramil Kecamatan Pagerageung, Serda Ikin Sodikin menerangkan, ada sekitar tujuh rumah rusak parah akibat pergerakan tanah yang terjadi awal bulan ini. Selain itu, ada sekitar 21 rumah yang retak-retak dan sisanya terancam.

Berdasarkan hasil pantauan Republika.co.id, di Kampung Garadaha banyak rumah yang miring karena kerap terjadi pergerakan tanah. Kebun-kebun milik warga yang tidak jauh dari lingkungan pemukiman warga pun banyak yang retak. Bahkan ada retakan yang lebarnya sampai 15 sentimeter.

Setiap kali terjadi hujan deras di waktu siang mau pun malam, warga Kampung Garadaha langsung mencari tempat aman untuk berkumpul. Biasanya mereka berkumpul di Masjid yang ada di tengah-tengah kampung.

Warga Kampung Garadaha, Nunung (35 tahun) mengaku, sering ketakutan saat hendak tidur. Sebab, sewaktu-waktu rumahnya bisa ambruk jika terjadi pergerakan tanah. "Walau tengah malam kalau hujan besar saya dan warga yang rumahnya tidak aman mengungsi ke Masjid," ujar Nunung.

Namun, Masjid yang biasa dijadikan tempat mereka berlindung kini bangunannya sudah miring. Di Kampung Garadaha memang sebagian besar bangunan rumah tidak lagi sempurna. Sebab, banyak yang miring-miring akibat pergerakan tanah.

Jalan desa yang menghubungkan antara kampung satu dengan lainnya pun banyak yang retak-retak. Banyaknya jalan yang retak dan rusak pun sudah memunculkan rasa takut bagi warga yang tingal di sana. Bahkan tidak sedikit rumah warga yang amblas karena tanahnya bergeser.  "Kalau sedang ada pergerakan tanah terasa seperti ada lini (gempa kecil), kaya begitu sering terasa," kata Nunung.

Saat ini warga Desa Sukapada menunggu kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tasikmalaya menangulangi persoalan yang diahadapi ratusan warga Sukapada. Menurut informasi yang diterima Dudung, pihak BPBD Kabupaten Tasikmalaya sedang berusaha untuk mendatangkan tim ahli geologi. Tim tersebut nantinya akan meneliti zona merah di Desa Sukapada. Kemudian, hasilnya akan dijadikan referensi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement