REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Ray Rangkuti menilai Partai Golkar saat ini sedang mengalami masa keterpurukan sejak pertama kali terlibat dalam arus politik nasional pada 1964. Namun, menurut dia, Golkar masih bisa bertahan berkat kemampuannya beradaptasi dengan baik.
"Dua atau tiga tahun ini Golkar bagaimana ya, memimpin tidak, berkuasa tidak, berpengaruh juga tidak. Padahal sebelumnya walaupun tidak menjadi partai yang berkuasa pun masih tetap memimpin," ujar Ray dalam sebuah diskusi politik di Jakarta, Senin (18/4) sore.
Akan tetapi, dia menilai keberadaan Golkar masih perlu dipertimbangkan mengingat partai berlambang Pohon Beringin tersebut sangat dinamis dan bisa beradaptasi dengan cepat untuk mengikuti perkembangan yang terjadi di tengah masyarakat. Dengan dekatnya agenda musyawarah nasional pada bulan Mei 2016 untuk memilih Ketua Umum Golkar yang baru, menurut Ray penting bagi para calon ketua umum untuk memerhatikan peran teknologi informasi dalam upaya mengambil perhatian dari masyarakat, khususnya generasi muda.
Pada kesempatan tersebut, salah satu calon Ketua Umum Airlangga Hartarto juga menyampaikan itikadnya yang akan memanfaatkan teknologi informasi untuk menjaring aspirasi dari masyarakat, sekaligus menonjolkan peran partai itu sebagai institusi politik masyarakat jika terpilih menjadi pemimpin Golkar.
Berkenaan dengan pemaparan strategi tersebut, Ray menilai apa yang disampaikan oleh Airlangga merupakan langkah tepat karena pada dasarnya semua pihak, baik perorangan maupun lembaga tertentu, tidak bisa menghindar dari perkembangan teknologi. "Pemilih di Pemilu 2019 mayoritas anak muda, mereka juga sudah tidak bisa dikotak-kotakan berdasarkan latar belakang tertentu. Nanti tiap orang punya medianya masing-masing sebagai wujud dukungan ke partai. Saya rasa ini yang coba dimanfaatkan beliau," ujarnya.
Melalui perkembangan teknologi, ditambah dengan tingkat pendidikan yang semakin baik dan media yang semakin beragam, maka setiap orang bisa berkomunikasi dengan partai atau kader yang didukung dalam Pemilu, ujarnya. "Ini yang menurut saya menandai bahwa Pak Airlangga telah memahami kondisi zaman dengan baik, sehingga Golkar pun ke depan bisa beradaptasi," katanya.
Selain itu, Ray juga memberikan contoh lain yang menunjukan bahwa kader dan anggota Golkar tidak anti dengan pembaruan zaman. Misalnya acara debat calon Presiden atau Wakil Presiden, menurut dia, hal tersebut berawal dari kebiasaan Golkar yang kerap menggelar debat antarcalon ketua umum melalui debat konvensi partai.