Rabu 13 Apr 2016 07:30 WIB

Pengamat: Polri Harus Bertanggung Jawab Terhadap Kematian Siyono

Rep: Puti Almas/ Red: Bilal Ramadhan
Pengangkatan jenazah Siyono
Foto: Akun twitter Dahnil Anzar Simanjuntak
Pengangkatan jenazah Siyono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bersama dengan PP Muhammadiyah, dan persatuan Dokter Forensik Indonesia melakukan autopsi terhadap Siyono (34), terduga teroris asal Klaten, Jawa Tengah yang tewas dalam proses penangkapan.

Dari hasil autopsi tersebut, terungkap sejumlah fakta yang bertentangan dengan hal-hal yang sebelumnya diungkapkan oleh pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Di antaranya adalah tak ada tanda-tanda bahwa Siyono melakukan perlawanan kepada aparat yang bertugas melakukan penangkapan.

Selain itu, kematiannya terlihat disebabkan oleh benda tumpul di bagian rongga dada, yang menyebabkan tulang patah ke arah jantung. Belum lagi, temuan yang paling mengejutkan adalah bahwa jasad terduga teroris tersebut tak pernah diautopsi.

Menanggapi hal ini, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Muzakir mengatakan Polri harus membersihkan nama baik. Hal ini karena publik tentu menilai bahwa penegakan hukum di Tanah Air tidak berjalan sebagaimana mestinya dan pada akhirnya bukan tidak mungkin dapat membuat siapapun bisa mencontoh tindakan sewenang-wenang aparat.

"Polri seharusnya bertindak profesional dengan bertanggung jawab terhadap kasus kematian Siyono yang jelas terlihat karena kesalahan personil mereka. Paling tidak dengan itu masyarakat tidak menjadi semakin antipati terhadap institusi penegak hukum ini," ujar Muzakir kepada Republika.co.id, Selasa (12/4).

Selama ini, Polri masih terlihat mencoba menolak proses evaluasi serta mengusut secara tuntas siapa saja personil Detasemen Khusus Antiteror 88 (Densus 88) yang melakukan kesalahan.

Belum lagi, penolakan terhadap hasil autopsi yang telah dilakukan, justru semakin memperlihatkan bahwa pihak pengak hukum ini tidak mencoba memperbaiki keadaan.

"Ini kan aneh ya kalau kita lihat pihak kepolisian tahu hukum kita menerapkan apa yang tertuang dalam konferensi anti kekerasan, tapi mereka sendiri sebagai aparat penegak hukum melanggarnya terus masa didiamkan saja?" kata Muzakir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement