REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz mengatakan salah satu poin perbaikan UU Pilkada adalah status pejabat negara yang mendaftarkan diri sebagai pasangan calon.
Diantara kategori pejabat negara adalah Petahana, anggota DPR, DPRD, pejabat BUMN, BUMD, TNI, POLRI dan PNS. Revisi UU Pilkada yang dilakukan Komisi II telah memasukkan poin tersebut kedalam materi pembahasan.
Pengalaman pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), seringkali terjadi ruang kompetisi yang tidak setara antar pasangan calon disuatu daerah apabila terdapat pejabat negara atau pejabat daerah yang menjadi peserta.
''Terdapat potensi dan praktik pemanfaatan fasilitas dan kebijakan dari skala kecil maupun besar sehingga ruang perebutan suara pemilih menjadi tidak adil,'' kata Hafidz, Ahad (10/4).
Menurutnya, ketidaksetaraan ini lantas menjadi faktor kuat terkait keberhasilan pasangan calon. Kemenangan dan kekalahan calon pada akhirnya hanya ditentukan oleh seberapa kuat dapat memanfaatkan fasilitas negara dan program daerah.
Kampanye terselubung menjadi alat utama melalui praktik penyalahgunaan program-program pemerintahan demi kepentingan pemenangan.
Oleh karena itu, untuk menciptakan ruang yang sama dan kesempatan yang setara, siapa saja yang berpotensi menggunakan kekuasaan, kebijakan dan fasilitas negara pada saat yang sama harus dicegah untuk dimanfaatkan dalam mendukung proses pencalonan.
''Fasilitas dan program daerah tidak diperkenankan untuk dipakai dengan tujuan partisan sempit karena dana negara berasal dari publik,'' ujar dia.
Agar ruang persaingan terwujud secara sehat dan setara, semua pihak yang berpotensi menyalahgunakan kewenangan dan kebijakan negara harus dicegah. ''Itu berarti, semua pejabat harus mundur begitu ditetapkan sebagai pasangan calon,'' jelasnya.